Senin, November 24, 2008

Pragmatisme Kepemimpinan Kaum Muda



eramuslim.com Minggu, 23 Nov 2008 07:48

Harus diakui bahwa sampai hari ini harapan akan terjadinya reformasi yang sejati selalu disandarkan pada kaum muda. Disisi lain keinginan untuk segera menyudahi kiprah orang tua dikancah politik menjadi aspirasi kaum muda yang terus bergema.

Artikulasi mereka bermacam-macam. Misalnya kaum muda di DPR yang tergabung dalam kaukus politisi muda parlemen membentuk kabinet bayangan yang diniatkan sebagai alat kontrol pemerintahan. Beberapa “gerakan jalanan” meneriakkan potong satu generasi, dan yang lainnya menganggap pemimpin tua sudah seharusnya berhenti karena dianggap tidak mampu mengemban amanah reformasi.

Sebenarnya, jika kita lihat dengan jujur, reformasi telah memberikan ruang ekspresi yang luas, tidak hanya untuk para pemain tua, namun juga untuk kaum muda.

Di DPR, politisi muda bertebaran hampir di seluruh fraksi, dan mereka menduduki posisi-posisi yang cukup strategis seperti pimpinan komisi, pimpinan fraksi bahkan pimpinan dewan itu sendiri. Di kabinet, kaum muda juga memperoleh tempatnya untuk berkarya bagi bangsa dengan menduduki beberapa jabatan menteri, seperti menteri pemuda dan olah raga, menteri percepatan pembangunan daerah tertinggal, menteri kehutanan dan lain-lain.

Begitu juga di daerah, kaum muda tampil sebagai kepala daerah, baik sebagai gubernur, walikota maupun bupati. Namun persoalannya adalah apakah kinerja kaum muda diatas panggung reformasi ini lebih baik dari politisi tua? Apakah kaum muda terbukti lebih idealis dalam menjalankan amanah reformasi dari orang tua? Apakah kaum muda dapat dilihat secara nyata bahwa mereka lebih energik dibanding orang tua?

Ketika harapan akan reformasi ini begitu besar, sementara kemampuan kaum muda melaksanakan agenda-agenda reformasi secara konsisten hanyalah sebuah teori belaka, maka yang akan terjadi sesungguhnya adalah titik balik reformasi. Yaitu situasi dimana perubahan sama sekali tidak menjanjikan harapan, dan rakyat kembali memilih masa lalu yang dianggap lebih memberi kepastian.

Gejala titik balik reformasi ini telah nampak diberbagai lapisan masyarakat. Sulitnya situsi ekonomi menyebabkan mereka tidak peduli dengan agenda-agenda reformasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagaimana selalu disampaikan oleh kabinet Indonesia Bersatu tetap belum dapat mengeliminasi mereka yang tidak memiliki nasi, tak mampu menurunkan angka kemiskinan, dan tak mampu mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi.

Reformasi menampakkan wajah kesangsaraan bagi sebagian besar anak negeri, sementara kaum muda sebagai aktor utama reformasi seolah tidak menyadari.

Kaum muda, dimana kepada mereka harapan reformasi disandarkan seperti asyik dengan akrobat politiknya sendiri. Ketika rakyat lantang berteriak menolak kenaikan harga BBM, politisi muda seolah tuli, dan memilih tidak bertentangan dengan kebijakan partai yang menyetujui kenaikan harga BBM ini.

Ketika rakyat menderita karena bencana di LAPINDO, politisi muda lebih memilih melakukan kompromi kepada pengusaha yang lalai dalam memberikan ganti rugi. Apa yang mereka perjuangkan? Reformasi? Sesungguhnya nurani mereka telah tergadai demi mempertahankan kursi yang ingin mereka duduki kembali pada pemilu 2009 nanti.

Harapan akan reformasi dan perubahan selalu disandarkan pada kaum muda. Sayangnya kenyataan menunjukkan ketika kaum muda mendapatkan apresiasi untuk duduk dikursi kehormatan dengan menjadi anggota dewan maupun duduk di kementrian, banyak diantara mereka yang tidak mampu mengemban amanah reformasi.

Fenomena politisi muda yang melakukan tindakan asusila atau politisi yang terjerat kasus korupsi, sesungguhnya telah menciderai harapan rakyat akan reformasi itu sendiri. Yang muda yang idealis atau yang muda yang reformis sebagaimana yang selama ini didengung-dengungkan oleh banyak orang tampaknya tidak lebih dari sekedar halusinasi kolektif yang mencengkram syaraf-syaraf kesadaran publik. Pada titik ini persoalan tua muda sesungguhnya menjadi tidak berguna, karena rakyat hanya melihatnya dari karya nyata.

Satu hal yang sama-sama kita saksikan adalah bahwa tantangan kaum muda hari ini begitu luar biasa. "Hari ini kita menyaksikan bagaimana kapitalisme telah wujud dalam bentuk kolinialisme peradaban yang sempurna. Dimana negeri-negeri jajahan tidak merasa diri mereka sebagai bangsa yang terjajah. Karena yang dijajah bukanlah fisik secara langsung, namun melalui pemikiran, perilaku dan budaya" demikian dikatakan oleh Yusuf Qardhawi.

Budaya kapitalisme yang serakah, hanya mementingkan kepuasan diri sendiri serta selalu menghalalkan segala cara sebagaimana dikatakan oleh Danah Zohar dalam bukunya Spiritual Capital ternyata telah merasuk dalam kepribadian kaum muda Indonesia. Inilah sesungguhnya akar persoalan yang paling nyata, sehingga ketika mereka memiliki kuasa maka yang pertama kali dilakukan adalah pemuasan nafsu pribadi.

Politisi muda menjadi pengumpul harta tidak peduli dari mana jalannya. Kuasa mereka sebagai anggota dewan memudahkan mereka menulis memo kepada departemen atau mitra kerja mereka untuk memfasilitasi program hura-hura mereka, seperti tamasya keluar negeri bersama keluarga atas biaya Negara dengan mengatasnamakan kunjungan kerja.

Pragmatisme yang lahir dari ideologi kapitalisme seringkali menjadi tantangan nyata yang bersemayam dalam jiwa dan pikiran politisi muda. Jika kaum muda ingin tampil memimpin perubahan-perubahan besar di negeri ini, maka pragmatisme mereka terlebih dulu harus disucikan.

Hanya dengan hati yang bersih energi perubahan akan menggerakkan seluruh lapisan masyarakat, seperti gerak ombak yang tanpa henti dan tanpa pamrih. Semoga harapan itu masih ada!

Profil Penulis

Mukhamad Najib, adalah mahasiswa S3 di Universitas Tokyo, sebelumnya aktif di KAMMI dan juga DPW PKS Jakarta

Kamis, Oktober 23, 2008

Prinsip – Prinsip Ekonomi Islam

Islam sebagai ad din adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Komprehensif artinya bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna. Kesempurnaan ajaran Islam, dikarenakan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek spiritual (Ibadah murni = mahdhoh), tetapi juga aspek muamalah yang meliputi ekonomi, sosial, politik, hukum dan sebagainya.

Kesempurnaan Islam itu tidak saja diakui oleh interlektual muslim, tetapi juga para orientalis Barat, diantaranya H.A.R Gibb yang menyatakan, “Islam is much more than a system of theology it’s a complete civilization”.

Maka menjadi tidak relevan bila ada anggapan bahwa Islam sebagai agama penghambat kemajuan pembangunan, sebagai agama ritual an sich (an obstacle to economic growth). Pandangan ini disebabkan mereka tidak memahami Islam secara komprehensif.

Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (muamalah, iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi terkumpul dalam ayat-ayat Qur’an, Sunnah, maupun Ijtihad para ulama. Bahkan ayat terpanjang dalam Qur’an adalah ayat tentang masalah ekonomi. Bukan masalah ibadah atau aqidah. Yaitu ayat 282 Surat Al Baqarah, yang menurut Ibnu Arabi mengandung 52 hukum/masalah ekonomi.

Nabi Muhammad SAW menyebut, ekonomi adalah pilar pembangunan dunia. Dalam berbagai hadist ia juga menyebutkan bahwa para pedagang (poebisnis) merupakan profesi terbaik, bahkan mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan.

Literatur Islam tentang masalah ekonomi sebenarnya cukup banyak, seperti Al Umm (Imam Syafi’e), Majmu’ Syarah Muhazzab (Imam Nawawi), Majmu Fatawa (Ibnu Taimiyah). Dan masih banyak lagi kitab-kitab fiqih karya ulama klasik yang membahas topik-topik ekonomi seperti mudharabah, musyarakah, musahamah, murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’I salam, istisna, riba dan ratusan konsep muamalah lain. Ibnu Khaldun misalnya membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan (Supply and Demand), Konsumsi dan Produksi, Uang, Pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, industri dan perdagangan, hak milik, dan kemakmuran, dan sebagainya. Ibnu Khaldun juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. (Shiddiqy, Muhammad Nejatullah, Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature, dalam buku Studies in Islamic Economic, International Centre for Reseaarch in Islamic Economics King Abdul Aziz Jedah and The Islamic Foundation, United Kingdom, 1976 hal 261).

Tetapi sangat disayangkan, dalam waktu yang relatif panjang, yaitu sekitar 7 abad (sejak abad 12 s/d pertengahan abad 20), ajaran-ajaran Islam tentang ekonomi ditelantarkan dan diabaikan kaum muslimin. Akibatnya ekonomi Islam terbenam dalam tumpukan sejarah dan mengalami stagnasi (kebekuan). Dampak selanjutnya, ummat Islam tertinggal dan terpuruk dalam bidang ekonomi. Dalam kondisi yang demikian, masuklah kolonialisme Barat mendesakkan dan mangajarkan doktrin-doktrin ekonomi ribawi yang sangat kapitalistik. Proses ini berlangsung sejak abad 18 s/d 20 lamanya, sehingga paradigma dan sibhoh ummat Islam menjadi terbiasa dengan sistem kapitalisme dan malah sistem, konsep dan teori-teori itu menjadi berkarat dalam pemikiran ummat Islam. Maka sebagai konsekuensinya, ketika ajaran ekonomi Islam kembali ditawarkan kepada ummat Islam, mereka melakukan penolakan, karena pikirannya telah mengkristal anggaapan bahwa ekonomi ribawi dan kapitalisme adalah yang terbaik. Padahal ekonomi syariah adalah ajaran Islam yang harus diikuti dan diamalkan, sebagaimana dinyatakan Allah dlm Al Qur’an:

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (QS Al Jaatsiyah : 18).

Kedudukan Ekonomi Islam dalam Syariah

Ekonomi Islam menduduki posisi sangat penting dalam ajaran Islam. Prof. Dr. Muhammad ‘Asal dan Prof. Dr. Fathi Ahmad menulis dalam buku, An Nizham al Iqtishadi fil Islam bahwa :
Ekonomi Islam adalah bagian Integral dari sistem Islam yang sempurna. Apabila ekonomi konvensional –dengan sebab situasi kelahirannya- terpisah secara sempurna dari agama. Maka keistimewaan terpenting ekonomi Islam adalah keterkaitannya secara sempurna dengan Islam itu sendiri, yaitu aqidah dan syariah.

Muhammad Rawwas Qal’ah menyatakan pandangan yang sama tentang kedudukan ekonomi Islam tersebut :
Apabila ekonomi Islam menjadi bagian dari Islam yang sempurna, maka tidak mungkin memisahkannya dari sistem aturan Islam yang lain, dari aqidah, ibadah dan akhlak.

Dr. Abdul Sattar Fathullah Sa’id menyebutkan bahwa ajaran muamalah adalah bagian paling penting (dharuriyat) dalam ajaran Islam. Sebagaimana yang ia tuturkan dalam kitab Al Mu’amalah fil Islam.
Diantara maslah paling penting adalah ‘Muamalah’ yang mengatur hukukm antara individu dan masyarakat. Karena itu syariah ilahiyah datang untuk mengatur muamalah di antara manusia dalam rangka mewujudkan tujuan syariah dan menjelaskan hukumnya kepada mereka.

Para ulama sepakat tentang mutlaknya ummat Islam memahami dan mengetahui hukukm muamalah maliyah (ekonomi syariah). Semua ulama dunia ahli ekonomi Islam telah ijma mengharamkan bunga bank. Tidak ada perbedaan pendapat pakar ekonomi Islam tentang bunga bank. Segelintir tokoh ulama yang membolehkannya disebabkan mereka bukan pakar ilmu ekonomi Islam. Mereka biasanya hanya pakar fiqh yang tidak memiliki disiplin ilmu atau pendidikan ekonomi Islam. Lahirnya bank-bank Islam dan lembaga keuangan Islam yang bebas bunga, merupakan hasil ijtihad mereka yang luar biasa. Meskipun masih sering ada sebagian ummat yang secara dangkal memandang bank Islam sama dengan bank konvensional dan sering salah paham tentang syariah.

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Prinsip ekonomi Islam menjadi dasar dan landasan setiap aktivitas perekonomian, baik individu, perusahaan maupun negara. Para pakar ekonomi Islam merumuskan setidaknya ada tiga prinsip utama ekonomi Islam.

1. Tauhid.

Fondasi utama seluruh ajaran Islam adalah Tauhid. Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktifitas umat Islam, baik ekonomi, pilitik, sosial maupun budasya. Tauhid merupakan filsafat fundamental dari ekonomi Islam.

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (QS Az Zumar : 38)

Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialisme. Dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah.

Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil.

Dalam pengelolaan sumber daya tsb manusia harus mengikuti aturan Allah dalam bentuk syariah.

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
18. Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (QS Al Jaatsiyah [45]:18)

Artinya, setiap pengelolaan sumber daya dan semua cara dan usaha mencari rezeki harus sesuai dengan aturan Allah. Demikian pula membelanjakannya seperti spending, investasi dan tabungan harus sesuai dengan syariah Allah. Inilah implikasi pertama dari konsep tauhid pada ekonomi Islam.

Kedua, Allah menyediakan sumberdaya alam sangat banak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berperan sebagai khalifah, dapat memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif teologi Islam, sumber daya- sumber daya itu, merupakan nikmat Allah yang tak terhitung (tak terbatas) banyaknya.

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).(QS Ibrahim[14] : 34)

Berbeda dengan pandangan di atas, para ahli ekonomi konvensional saat ini selalu mengemukakan jargon bahwa sumber daya alam terbatas (limited), sedangkan dalam ekonomi Islam, sumberdaya alam banyak dan melimpah. Karena itu menurut ekonomi Islam, krisis yang dialami suatu negara, bukan karena terbatasnya sumber daya alam, melainkan karena tidak meratanya distribusi (maldistribution), sehingga terwujud ketidakadilan sumber daya (ekonomi). Banyak sekali ayat Al Qur’an menunjukkan bahwa pertanian, perdagangan, industri baik barang maupun jasa dan berbagai bentuk kegiatan produktif dimaksudkan untuk kehidupan manusia.

Konsep tauhid ini juga mengajarkan bahwa segala sesuatu bertitik tolak dari dan bertujuan akhir kepada Allah. Karena itu seluruh aktivitas ekonomi harus bertitik tolak dari tauhid (keilahian) dan dalam koridor syariah yang bertujuan untuk menciptakan falah (kemenangan) guna mencapai ridha Allah. Ketika bekerja, berproduksi, seorang muslim menganggap bahwa pekerjaannya itu adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Makin tekun ia bekerja, maka makin tinggi nilai ibadah dan takwanya kepada Allah.

Tauhid in ijuga mengajarkan kepada kita, bahwa barang-barang yang diproduksi adalah barang yang baik dan halal. Pelaku ekonomi yang bertauhid, tidak akan mau memproduksi rokok, miras apalagi narkoba serta barang-barang haram lainnya. Begitu juga dalam bidang jasa.


2. Keadilan

Komitmen Islam untuk penegakan keadilan sangat jelas. Hal ini terlihat dari penyebutan kata keadilan di dlm Al Qur’an mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti, kata urutan ketiga yang terbanyak disebut Al Qur’an setelah kata Allah dan ‘Ilm.

Bahkan Ali Syariati menyebutkan dua pertiga ayat Al Qur’an berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci/melenyapkan kezhaliman. Dengan ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dll. Karena itu, tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan / kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam.

Harus kita bedakan bahwa konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia. Komitmen penegakan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat dari tekanan kelompok. Karenanya, sistem kapitalisme terutama yang berbaitan dengan uang dan perbankan, tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai transedental (spiritual) dan persaudaraan universal. Sehingga tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar (konglomerat). Lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini semakin jelas terjadi di Indonesia.

Pajak dan transfer payment, adalah langkah mewujudkan keadilan sosio ekonomi yang diambil kaum kapitalisme Barat akibat tekanan-tekanan keliompok masyarakat dan politik. Namun langkah ini, menurut Milton Friedman, terbukti tidak cukup efektif mengatasi ketidakadilan. Karena nyatanya, pajak selalu menguntungkan pengusaha, dan para pejabat pajak bersama kelompok-kelompoknya (orang-orang terdekat di pusat kekuasaaan).

Jadi konsep keadilan sosio ekonomi dalam Islam berbeda secara mendasar dengan konsep keadilan dalam kapitalisme dan sosialisme. Keadilan sosio ekonomi dalam Islam, selain didasarkan pada komitmen spiritual, juga didasarkan atas konsep persaudaraaan universal sesama manusia.


3. Kebebasan yang Bertanggung Jawab

Prinsip Kekbebasan dan tanggung jawab merupakan dua prinsip yang saling berkaitan. Pengertian kebebasan dalam perekonomian Islam difahami dari dua perspektif. Pertama persfektif teologi dan perspektif ushul fiqh.

Perspektif teologi berarti bahwa manusia bebas menentukan pilihan antara yang baik dan buruk dalam mengelola sumberdaya alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu melekat pada diri manusia, karena manusia telah dianugerahi akal untuk memikirkan mana yang baik dan yang buruk, maslahah dan mafsadah, manfaat dan mudharat. Karena itu, maka wajar jika harus bertanggung jawab atas segala perilaku ekonominya di muka bumi ini. Manusia dengan potensi akalnya mengetahui bahwa penebangan hutan secara liar dan serampangan akan menimbulkan banjir dan longsor. Manusia juga tahu bahwa membuang limbah ke sungai yang airnya dibutuhkan masyarakat untuk mencuci dan mandi adalah perbuatan salah yang mengandung mafsadah dan mudharat. Riba adalah kezhaliman besar. Namun ia melakukannya juga, karena itu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan Allah, karena perbuatann itu dilakukan atas pilihan bebasnya.

Seandainya manusia berkeyakinan bahwa ia melakukan perbuatan itu karena dikehendaki Allah secara terpaksa (jabari), maka tidak logis ia diminta pertanggungjawaban atas penyimpangan perilakunya.

Jadi makna kebebasan dalam konteks ini bukanlah manusia bebas tanpa batas melakukan apa saja sebagaimana faham liberalisme. Kebebasan dalam Islam bukanlah kebebasan mutlak, karena pemahaman seperti itu hanya akan mengarah kepada paradigma kapitalis mengenai laissez faire dan kebebasan nilai (value free). Kebebasan dalam pengertian Islam adlah kebebasan yang terkendali (al hurriyah al muqayyadah).

Dengan demikian, konsep ekonomi pasar bebas, tidak sepenuhnya begitu saja diterima dalam ekonomi Islam. Alokasi dan distribusi sumberdaya yang adil dan efisien, tidak secara otomatis terwujud dengan sendirinya berdasarkan kekuatan pasar. Harus ada lembaga pengawas dari otoritas berkuasa yang dalam Islam disebut lembaga hisbah.

Kebebasan dalam konteks kajian prinsip ekonomi Islam dimaksudkan sebagai antitesis dari faham jabariyah (determenisme). Faham ini mengajarkan bahwa manusia bertindak dan berperilaku bukan atas dasar kebebasannya (pilihannya) sendiri, tetapi karena kehendak Tuhan (dipaksa Tuhan). Dalam faham ini manusia ibarat wayang yang digerakkan oleh dalang.

Determenisme seperti itu, tidak hanya merendahkan harkat manusia, tetapi juga menafikan tanggung jawab manusia. Karena adalah tidak logis menusia diminta tangung jawabnya, sementara ia melakukannya secara ijbari (terpaksa).

Pengertian kebebasan dalam perspektif ushul fiqh adalah bahwa dalam muamalah Islam membuka pintu seluas-luasnya, dimana manusia bebas melakukan apa saja sepanjang tidak ada nash yang melarangnya. Aksioma ini didasarkan pada kaidah, “Pada dasarnya dalam muamalah segala sesuatu dibolehkan sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya.” Jika kita terjemahkan arti kebebasan bertanggung jawab ini ke dalam dunia bisnis, khususnya perusahaan, maka kita akan mendapatkan bhawa Islam benar-benar memacu ummatnya untuk melakukan inovasi apa saja, termasuk pengembangan teknologi dan diversifikasi produk.

Pertanggung jawaban (mas’uliyah) yang harus dihadapi manusia di akhirat juga merupakan konsekuensi fungsi kekhalifahan manusia sebagai khalifah. Dalam kapasitasnya sebagai khalifah, manusia merupakan pemegang amanah (trustee), karena itu setiap pemegang amanah harus bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan untuknya. Pertanggung jawaban, accountability atau mas’uliyah ditekankan dengan perintah dari Allah melalui istilah hisab atau perhitungan di hari pembalasan. Istilah hisab ditemukan 109 kali dalam Al Qur’an dari akar kata hisab, muhasib (penghitungan/akuntan) dan muhasabah sebagai pertanggungjawaban yang merupakan manifestasi dari perilaku kehidupan di dunia ini.

Kepercayaan pada hari kiamat juga memiliki peranan penting dalam kehidupan seorang muslim yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Konsep pertanggung jawaban sudah ditetapkan oleh sunnatullah yang sangat ditekankan dalam Islam, bukan hanya merupakan norma etika umum atau perundang-undangan negara. Konsep ini tertanam di masing-masing individu muslim dan digambarkan dalam kehidupan masyarakat dan sistem Islam.

Selasa, September 30, 2008

Khutbah Iedul Fitri 1429H

اَلله ُ أَكْبَرُ اَلله ُ أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ (×3) وَ ِللهِ الْحَمْدُ ، اَلله ُ أَكْبَرُ كَبِيْرَا وَ الْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرَا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةَ وَّ أَصِيْلاَ
َلآإِلَهَ إلاَّ الله ُ وَ لاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَاهُ مُخْلِصِْينَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
لآإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَه صَدَقَ وَعْدَه وَ نَصَرَ عَبْدَه وَ أَعْزَ جُنْدَهُ وَ هَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَه
لآَإِلَهَ إِلاَّ الله ُ هُوَ الله ُأَكْبَرُ اَلله ُأَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِنَا فَأَصْبَحْنَا بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانَا
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقْ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ
وَلَو كَرِهَ الْمُشْرِكُون
أشهد أن لآإله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
اللهم صلي على محمد و على آله و أصحابه و أنصاره و جنوده
و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
فقال الله تعالى في كتابه الكريم:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨﴾

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah

Salah satu tujuan dari Ibadah Puasa selama bulan Ramadhan yaitu agar kita, umat Islam, menjadi hamba yang bertakwa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(QS Al Baqarah[2]:183)

Digunakannya kata tattaqun dalam ayat diatas adalah dengan maksud agar ketakwaan kita itu senantiasa berkesinambungan. Senantiasa terus menerus dan semakin baik.

Tugas kita adalah membawa suasana keshalehan, ketaqwaan kita seperti ini pada bulan-bulan lain diluar bulan Ramadhan.

كُنْ عَبْدًا رَبَّنِيّ ً، وَلَ تَكُنْ عَبْدً رَامَضَانً
Jadilah kamu hamba Tuhanmu, dan janganlah kamu jadi hamba Ramadhan.

Ketakwaanlah penyebab terbanyak manusia masuk surga. Karena itu banyak sekali anjuran dalam Al Qur’an agar kita menjadi bertakwa.
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) عَنْ اكَثَرِمَايُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّة َ, فَقَالَ : تَقْوَىاللهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ .
Rasulullah SAW ditanya tentang sebab-sebab paling banyak yang memasukkan manusia ke surga. Beliau Menjawab, “Ketaqwaan kepada Allah dan akhlak yang baik” (HR Attirmidzi dan Ibnu Hibban)

Ketakwaan adalah akhlak seorang mukmin dimanapun ia berada. Seorang diri atau bersama-sama manusia yang lain.
اِ تَّقِى اللهَ حَيْثُمَاكُنْتَ وَ َاتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَةَ تَمْحُهَا ٍ
Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya mengapusnya.(HR Attirmidzi)

Ketakwaan adalah kemulyaan kita nanti di akhirat. Yang menyelamatkan kita dari siksa api neraka.
َعَليْكَ ِبتَقوَى اللهِ، َفا ِنَّهَا ِجمَاعُكُلِّ خَيْر ٍ
Bertaqwalah kepada Allah karena itu adalah kumpulan segala kebaikan… (HR Ath Thabrani)

Kenapa Kita harus bertakwa ?

Kita, para manusialah yang membutuhkan ketakwaan itu. Allah tidak membutuhkan kita, apakah kita akan bertakwa atau bermaksiat padaNya.

Dalam salah satu Hadist Qudsi Allah SWT menyatakan bahwa jika seluruh penduduk langit dan bumi berkumpul untuk taat kepadaNya, tidak akan mengurangi atau menambah kemulyaanNya walau sebesar biji atom pun.
يَابْنَ آدَمَ: َلوْ ا َنَّ ا َوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ،وَجِنَّكُمْ وَاِنسَكُمْ،وَصَغِيْرَكُمْ وَكَبِيْرَكُمْ وَحُرَّكمُ ْ وَعَبْدَكُمْ،اِجْتََمِعُوْا عَلىَ طَاعَتِيْ مَازَادَ زَلِكَ فِيْ مُلكِيْ مِثْقَالَ زَرَّةٍ
Wahai Manusia! Andai manusia pertama hingga yang paling akhir diantara kalian, seluruh jin dan manusia, baik tua maupun muda, baik yang merdeka maupun hamba sahaya berkumpul semua untuk tunduk dan patuh kepada-KU, tidak akan menambah kebesaran singgasana kekuasaanku walau sebesar biji zarrah pun.

وَمَنْ جَاهَدَفَإِنَّمَايُجَاهِدُلِنَفْسِهِ،اِنَّاللهَ لَغَنِيٌّ عَنِالْعَالَمِيْنَ
Barangsiapa berjihap di jalan Allah, sesungguhnya ia berjuang untuk kebaikan dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak butuh sama sekali terhadap alam semesta.

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, (QS Al Isra [17]:7)

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ ﴿٥٧﴾ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ ﴿٥٨﴾
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (QS Adz Dzaariyat [51]:56-58)

Keuntungan Menjadi Orang Bertakwa

1. Selalu Memperoleh Jalan Keluar dari Masalah yang Dihadapi

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً ﴿٢﴾
Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (QS Ath Thalaaq [65]:2)

2. Memperoleh Rizki dari Jalan yang Tidak diduga-duga
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Dan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. (QS 65:3)

3. Memperoleh Kemudahan dalam menyelesaikan urusan-urusannya di dunia.
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً ﴿٤﴾
… Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS Ath Thalaaq (65):4)

4. Kesalahannya (yang lalu) akan dihapus dan Pahalanya akan dilipatgandakan.
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْراً ﴿٥﴾
…, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.

5. Akan diberikan Furqon yaitu kemampuan untuk membedakan yang haq (benar) dengan yang batil (salah).
يِا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إَن تَتَّقُواْ اللّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَاناً وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ ﴿٢٩﴾
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS Al Anfaal[8]:29)



رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
"Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)". (QS 18:10)

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم ٌ
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (QS 59:10)

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS 3:8)


اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَللّهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ بِاْلإيْماَنِ كاَمِلِيْنَ وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ وَلِلدَّعْوَةِ حَامِلِيْنَ وَبِاْلإِسْلاَمِ مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ وَلِلنِّعَمِ شاَكِرِيْنَ وَعَلَى اْلبَلاَءِ صاَبِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلاَدَنَا هَذَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ سَخَاءً رَخاَءً، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَناَ سُوْأً فَاَشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ وَمَنْ كَادَنَا فَكِدْهُ وَاجْعَلْ تَدْمِيْرَهُ فِي تَدْبِيْرِهِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ فِيْ ضِمَانِكَ وَأَمَانِكَ وَبِرِّكَ وَاِحْسَانِكَ وَاحْرُسْ بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لاَ تَناَمُ وَاحْفَظْناَ بِرُكْنِكَ الَّذِيْ لاَ يُرَامُ.
اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ
وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلَسْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَ الشَّيْشَانَ، وَ أَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَ الْمُسْتَعْمِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ ارْحَمْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَحْمَةً عَامَّةً تُنْجِيْهِمْ بِهَا النَّارَ وَتُدْخِلْهُمْ بِهَا الْجَنَّةَ. اَللَّهُمَّ اَيُّمَا عَبْدٍ اَوْ أَمَةٍ مِنْ اُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ يُحِبُّنَا وَيَدْعُوْ لَنَا فَثَقِّلْ مِيْزَانَهُ وَحَقِّقْ اِيْمَانَهُ وَاجْعَلْهُ فِي الْجَنَّةِ الْفِرْدَوْسِ اْلاَعْلَى. وَاَيُّمَا عَبْدٍ اَوْ اَمَةٍ مِنْ اُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَلَى خَطَأِ وَهُوَ يَظُنُّ اَنَّهُ عَلىَ الْحَقِّ فَرُدَّهُ اِلَى الْحَقِّ رُدًّا جَمِيْلاً. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا ِلإِخْوَانِناَ الْمُسْلِمِيْنَ حَيِّنِيْنَ لَيِّنِيْنَ سَهِّلِيْنَ حَبِيْبِيْنَ قَرِيْبِيْنَ. وَنَسْأَلُكَ اَنْ تَجْعَلَناَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُيَسِّرِيْنَ وَلاَ تَجْعَلَناَ مُعَسِّرِيْنَ وَمُنَفِّرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ الْكَرِيْمَ رَبِيْعَ قُلُوْبِنَا وَنُوْرَ اَبْصَارِنَا وَذِهَابَ أَحْزَانِنَا وَجَلأََ هُمُوْمِنَا، اَللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مِنْهُ مَا جَهِلْنَا وَذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِيْنَا وَارْزُقْنَا تِلاَوَتَهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَ أَطْرَافَ النَّهَارِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِيْنَ يَحِلُّوْنَ حَلاَلَهُ وَيُحَرِّمُوْنَ حَرَامَهُ وَيَتْلُوْنَ حَقَّ تِلاَوَتِهِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا لَنَا فِي حَيَاتِنَا وَمُؤْنِسًا لَنَا فِي قُبُوْرِنَا وَحُجَجًا لَنَا مِنَ النَّارِ وَقَائِدًا لَنَا اِلَى الْجَنَّةِ
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا، اَللَّهُمَّ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، كُلُ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْرٍ
اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Abasyir, 30 September 2008

Senin, September 15, 2008

Diantara Ciri-Ciri Orang Ikhlas

Ciri-Ciri Orang Yang Ikhlas, diantaranya

1. Takut Ketenaran dan Beramal Diam-diam

Orang Ikhlas takut ketenaran atas dirinya, walaupun ia termasuk orang yg punya karunia tertentu. Karena ketenaran akan menyebabkan orang mudah terjangkit niat yang kurang baik. Ia tahu betul bahwa disisi Allah ketenaran tersebut sama sekali tidak berarti.
Ibnu Suhaib Az Zuhri mengatakan : “Banyak orang zuhud dalam makanan, dan harta tetapi ketika dibagikan kedudukan, mereka berebut dan meminta lebih banyak lagi”
Bisyr Al-Hafy berkata, “Aku tdk mengenal orang yg suka ketenaran melainkan agama menjadi sirna dan ia menjadi hina.”
Karena itu mukhlisin seringkali beramal secara diam-diam. Walaupun belum tentu orang yg beramal terang-terangan itu tidak ikhlas.

2. Menuduh Diri Sendiri

Mukhlisin senantiasa berhati-hati dalam memelihara niat dan keikhlasannya. Karena itu mereka seringkali menuduh dirinya dan takut kebaikannya tidak diterima.
Seorang salaf ketika ditanya kenapa menangis padahal ia ulama terbaik dan paling banyak amalnya, mengatakan : “Darimana aku tahu amal-amal ku masuk timbangan dan diterima disisi Rabbku ?”

3. Tidak Meminta Pujian dan Tidak Terkecoh Pujian sebaliknya Tidak Pelit Pujian Pada Orang yang Layak Dipuji

Seorang sholeh di puji, maka ia mengadu pada Allah : “Ya Allah, mereka tidak mengealku dan hanya Engkaulah yang mengetahui siapa aku.”
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”
Sebaliknya mukhlisin tidak pelit pujian pada orang yang memang layak dipuji. Sebagaimana Nabi SAW menyebut-nyebut keutamaan dan kelebihan mereka.

4. Sungguh-sungguh baik dalam Memimpin maupun Dipimpin

Mukhlisin akan berbuat terbaik pada saat ia dibarisan terdepan maupun ia ada dibarisan belakang. Karena yang ia cari adalah keridhaan Allah SWT. Hatinya tidak dikuasai kesenangan untuk tampil, kesenangan menguasai dan kesenangan memimpin, tetapi hatinya sibuk dengan dzirullah.
Panglima Islam Khalid bin Walid adalah contoh yang sangat baik untuk hal ini, ketika Umar ra menggantikan posisinya dengan Abu Ubaidah, ia tetap berjuang penuh semangat seolah tidak ada perubahan apapun dalam posisinya.

5. Tidak Takut Celaan

Imam Ghazali mengatakan bahwa orang yg beramal bukan karena Allah, tdk bermanfaat bagi kehidupan manusia. Karena ia tdk beramal kecuali dengan pamrih. Padahal dakwah pada saatnya akan menghadapi orang zhalim/kafir yang senang mencela, dan hampir pasti orang-orang riya’ ini tidak akan mampu menghadapinya walau sekejap.
Mukhlisin tdk takut celaan, karena ia tidak mencari ridha manusia, selain ridha manusia adalah hal yang mustahil dicapai. Yang ia gapai ialah ridha Allah SWT.

6. Marah Karena Allah bukan karena Masalah Pribadi

Bisa jadi kita menjumpai orang-orang yg sangat aktif dalam berdakwah, tetapi apabila seorang rekannya melontarkan perkataan mengganggu atau melukai perasaaannya atau menyakiti dirinya, maka secepat itu pula ia marah dan meradang, lalu meninggalkan harakah dan aktiivitasnya.
Ikhlas menuntut dai untuk tegar dalam jamaah dakwah sekalipun orang lain menyalahkan, mencela, mengejek meremehkan atau memfitnah atau bahkan bertindak kelewat batas terhadap dirinya. Sebab seorang dai berbuat karena Allah bukan karena kepentingan pribadinya.
Sebaliknya kita juga dituntut untuk marah, jika agama atau ummat ini di injak-injak dan di nodai. Meskipun dalam hal ini kita mungkin saja tidak dirugikan. Kebanggaan bagi orang-orang mukhlisin adalah pada agama dan saudara-saudara seimannya.

7. Sabar

Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.
Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam At-Taubah ayat 54, Bahwa orang-orang munafik tidak akan melakukan shalat kecuali dgn rasa malas, dan tidak akan berinfak kecuali dgn rasa enggan.

Hal tersebut karena mereka kafir kepada Allah dan Rasulnya disebabkan sifat riya’ mereka.

8. Merasa Senang jika saudaranya Mendapat Kebaikan


Orang-orang yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa mengokohkan ukhuwah. Mereka tidak merasa rugi jika saudara-saudaranya seiman mendapatkan kebaikan bahkan selalu mendoakan agar mereka mendapatkan kebaikan lebih dari yang ia dapatkan. Mereka juga berjuang untuk kemuliaan Agama dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri sendiri atau lembaganya semata.

9. Rakus Terhadap Amal

Mukhlisin selalu rakus terhadap amal, tetapi juga pilihan amal yang dijalaninya bukanlah amal yang paling disukai dirinya, tetapi amal yang lebih diridhai Allah SWT.
Ia mungkin saja senang melakukan puasa nifilah dan shalat dhuha. Tetapi jika waktunya harus ia habiskan untuk mendamaikan orang-orang yang sedang bertikai, maka itulah yang ia lebih dahulukan.

10. Menghidari Ujub

Mukhlisin adalah orang-orang yang jauh dari rasa ujub. Ia tidak merasak amalnya dengan perasaan senang dan puas pada amal yang dilakukannya. Karena rasa ujub ini dapat membutakan mata kita untuk melihat celah-celah yang sewaktu-waktu muncul.

11. Menjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka.

Disebutkan dalam hadits :
“Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)

Ikhlas

(Al-Bayyinah:5) Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

Amal sholeh adalah jasad, sedangkan Ikhlas adalah ruh dari amal tersebut. Karena itu amal yang tidak didasarkan pada Ikhlas bagaikan jasad tanpa ruh. Bagaimanapun gantengnya seseorang tidak ada gunanya tanpa ruh. Berapapun banyaknya amal tidak ada gunanya jika tidak dilandaskan pada kemurnian Ikhlas.

Secara umum, Ikhlas yaitu :
تََجْرِ يدُ القََلبِي عَن نَفعِ ا لدُّ نياَ
Mengosongkan hati dari semua motivasi dunia
Ikhlas bermakna bersih dari kotoran. Orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.

Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

Al Kahfi [18]:110. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

إ نَّ ا للهَ طَيِّبٌ لاَيُقبَلُ إِ َّلاطَيِّبًا (Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yg baik HR Muslim)

Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (menampik beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu-batu kecil yang sangat mengganggu. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, ringan, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.

Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan: Jika bersih dari percampuran motivasi, tujuan atau kecenderungan, maka itulah yang di disebut murni. Kemurnian dalam perbuatan itulah yang disebut ikhlas.

Ikhlas kebalikan dari syirik (riya’). Orang tidak ikhlas berarti dia musyrik. Hanya derajat kemusyrikannya saja yang berbeda. Syirik ada yg tersembunyi ada yang jelas. Begitu pula Ikhlas. Ikhlas dan kebalikannya benar-benar menyusup kedalam hati, karena hatilah tujuannya. Seseorang mungkin melakukan perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah tetapi jika pendorongnya bukan disebabkan oleh sebab Allah SWT maka ia tidak termasuk Ikhlas.
Contohnya :
- Sedekah ke pengemis krn risih diminta terus
- Mandi supaya segar dan wangi
- Berpuasa dgn tujuan berdiet atau dengan tujuan berhemat
- I’tikaf di masjid untuk meringankan sewa tempat tinggal
- Menjenguk orang sakit agar jika kita sakit juga ditengok orang lain
- Mengantar jenazah agar jenazah keluarganya juga diantar orang
- Berdakwah untuk mencari nama atau untuk menjadi tokoh
- Kultum utk merasakan nikmatnya berbicara dihadapn orang banyak, dll

Sebenarnya semua pekerjaan tsb dimaksudkan sbg taqarrub ilallah, hanya saja lintasan maksud/tujuan tsb menjadikannya keluar dari batas Ikhlas. Walaupun tdk setiap tujuan baru, kecenderungan atau lintasan pemikiran dapat membatalkan nilai amal. Namun, setiap kepentingan duniawi yang disenangi nafsu dan kecenderungan hati –sedikit ataupun banyak- apabila merambah dalam amal maka dapat mengeruhkan kejernihannya.
Sedangkan manusia umumnya terbelenggu kepentingan-kepentingan dirinya dan tenggelam dalam berbagai syahwat sehingga jarang sekali amal atau biadahnya terlepas dari kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan tsb.

Al Furqon : 2. dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu,

Jumat, September 05, 2008

Just Joke

TIDUR

Mungkin ini cerita yang bagi anda pasaran dan old fashion tapi ini adalah obrolan antara saya dan Istri kemarin malam.

Saya : “Mi, si Kezia (anak terbaru lahir 8 8 2008) tidurnya tengkurap aja boleh kan ?”
Istri : “Boleh tapi harus di lihat-lihat tiap berapa jam, takutnya hidungnya ketutupan kasur atau bantal, jadi susah nafas. Emang kenapa sih Bi ?”
Saya : “Katanya kalo tidur nelentang bisa menyebabkan kematian !”
Istri : “Bayi atau orang dewasa ?”
Saya : “Dua-duanya.Bayi dan orang dewasa”
Istri : “Emang kenapa sih ? Kok tidur telentang bisa menyebabkan kematian ?”
Saya : “ Ya iyalah mati, tidur kok NelenTang. Kezia, kalo tidur jangan suka Nelen Tang yah”
Istri : “#$%*&##”

***

ISLAM DAN SABUN

Seorang pengikut Atheis/Liberalis mendekati Abu yang sedang memberikan ceramah pada orang-orang. Orang ini seringkali menjelekkan agama Islam di depan orang banyak.
“Kalain sudah ratusan tahun menganut Islam,” katanya, “tapi lihatlan kehidupan kalian yang masih amburadul seperti ini.”
“Kawan,” jawab Abu, “tahukah kamu bahwa sabun bahkan usianya lebih tua di bandingkan Islam, tapi lihatlah betapa kotornya wajahmu itu.”

***

INGIN JADI USTADZ

Ini cerita Abu ketika masih kecil. Setelah menghadiri pengajian, Abu buru-buru menemui orangtuanya.
“Umi, nanti kalau sudah besar, aku akan menjadi ustadz ah,” Kata Abu.
“Bagus itu,” kata uminya senang, “Ngomong-ngomong, kenapa tiba-tiba ingin jadi Ustadz ?”
“Begini Umi,” jawab Abu tenang, “Lebih enak jadi Ustadz. Pas pengajian atau Ceramah, bisa berdiri bebas, teriak-teriak dan membentak-bentak orang, sedang yang lainnya harus duduk capek mendengar ceramah yang membosankan dan tidak bermutu”.

***

KAMU YANG BERTANYA

Dalam perjalanan pulang habis sholat di Masjid, Abu bertemu dengan pengikut Liberalis yang terkenal sering usil mengganggu keyakinan orang-orang muslim.
“Abu, apa kamu percaya pemuda-pemuda Ashabul Kahfi dan anjingnya itu tidur di dalam gua selama ratusan tahun ?” tanyanya usil.
“Aku tidak tahu pasti karena semua rahasia di tangan Allah SWT. Tapi kalau nanti bertemu mereka di surga, aku akan tanyakan,” jawab Abu mantap.
“Gimana kalau mereka tidak masuk surga ?” kejar si Atheis usil.
“Kalau gitu ya kamu saja yang bertanya pada mereka,” jawab Abu sambil ngeloyor.

***

AGAR KELEDAINYA TIDAK HILANG

Meski antara Abu dan Khalifah sering berdebat dalam segala hal, namun Khalifah sangat percaya Abu sebagai orang yang jujur. Suatu hari Khalifah menyuruh Abu mengantar 25 ekor keledai sebagai hadiah untuk seorang pejabat di Kufah. Sebelum berangkat Abu menghitung jumlah keledai itu dan memang jumlahnya tepat 25 ekor.
Tiba-tiba di tengah perjalanan Abu terheran-heran karena setelah dia hitung lagi jumlah keledainya hanya 24 ekor. “Berarti hilang satu,” pikir Abu. Abupun turun dari keledai yang ditungganginya dan menghitung ulang. Dia heran, karena keledainya memang 25 ekor. Abu lega dan kembali ke atas keledai serta melanjutkan perjalanan.
Tidak berapa lama, Abu ragu-ragu lagi. Dia menghitung keledai itu sekali lagi. Ternyata jumlahnya 24 ekor. Berarti kurang satu, katanya lagi. Abu kemudian turun dari keledai dan menghitung ulang. Ternyata jumlahnya benar 25 ekor.
Akhirnya Abu memutuskan untuk berjalan saja daripada kehilangan satu ekor Keledai.

***

Rabu, Agustus 27, 2008

Islamisasi

Oleh Hamid Fahmy Zarkasyi
(Dari Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam "ISLAMIA" Vol III No. 4)

Pada tahun 1992 disela-sela sebuah seminar di Gontor Prof. Dr. Mukti Ali tiba-tiba nyeletuk, "Bagi saya Islamisasi ilmu pengetahuan itu omong kosong. Apanya yang diislamkan, ilmu kan netral...."

Sebelum selesai bicara Prof. Dr. Baiquni yang waktu itu bersama beliau, langsung menimpali, "Pak Mukti tidak belajar sains, jadi tidak tahu di mana tidak Islamnya ilmu (sains) itu."

Seperti biasa Pak Mukti dengan rasa penasaran menyahut, "Masa iya, bagaimana itu?"
"Sains di Barat itu pada tahap asumsi dan presupposisinya tidak melibatkan Tuhan (teologi)", jawab Baiquni, "akhir¬nya menjadi sekuler dan anti Tuhan." Pak Mukti dengan kepolosan dan sikap intelektualitasnya spontan menjawab lagi, "Oh begitu." Lalu diskusi terus berlang¬sung dan soal ilmu serta Islamisasinya menjadi topik menarik.

Beberapa cendekiawan Muslim tidak sepakat dengan agenda Islamisasi sains modern. Umumnya tidak mengerti, atau tidak melihat sisi epistemologisnya. Walhal, fakta bahwa sains modern adalah produk worldview sekuler tidak terban¬tahkan. Jadi pernyataan Prof. Baiquni bukan mengada-ada. R. Hooykaas dalam bukunya Religion and The Rise of Modern Science juga sependapat. Bahkan buku Arnold E Loen yang berjudul Secularization, Science Without God jelas-jelas menunjukkan hal itu.

Dulu, menurut Hooykass, di Barat alam semesta digambarkan sebagai organisme. Artinya dunia ini diciptakan dan tergantung sepenuhnya kepada penciptanya. Pandangan alam sebagai organisme diwarisi Barat dari Yunani dan di dukung oleh filosof Kristen Abad Pertengahan. Sumbernya adalah konsep Tuhan dan konsep penciptaan. Karena diciptakan maka alam ini tergantung sepenuhnya pada Sang Pencipta.

Tapi sejak datangnya Copernicus hingga Newton gambaran alam ini bergeser menjadi mekanisme. Mekanis¬me artinya paham yang melihat dunia ini sebagai mesin ciptaan yang independen dari penciptanya, setelah diciptakan. Gara-garanya adalah kemiskinan konsep penciptaan (kosmogoni) dalam Bible. Para filosof dan teolog Kristen juga tidak sepenuh hati berpihak. Malah bersikap kompromis. Thomas Aquinas yang dipandang sangat Aristotelian ini memisahkan dan membedakan kekuasaan Tuhan dan hukum alam. Hubungan Tuhan-alam akhirnya pandang sebagai semi-independen. Tuhan tidak mempe¬ngaruhi hukum alam. Alam berjalan berdasarkan sistimnya tersendiri.

Pandangan Thomas justru mendekat kepada mekanisme. Ketika Pandangan Alam Saintifik (Scientific Worldview) di era modern merebak, paham organisme mulai tergeser oleh mekanisme. Argumentasi pro-mekanisme semakin berani. Sebagai sebuah mesin, alam ini terkait dengan Tuhan tapi secara operasioanl terpisah. Masalahnya, menurut mereka, kalau Tuhan terkait dengan hukum alam, Tuhan akan tunduk pada hukum alam. Oleh karena itu alam dianggap bisa berja¬lan sendiri tanpa Tuhan. Begitu dicipta¬kan alam terus berjalan sendiri. Gamba¬rannya seperti insinyur atau pemborong, begitu selesai membangun gedung, ia tidak lagi berhubungan dengan bangunan itu lagi.

"Lho Tuhan kan tidak seperti manu¬sia!" alangan filosof dan teolog Kristen protes. Cara memandang alam seperti itu akan mengorbankan keimanan pada Tuhan yang transenden dan karena itu menjadi biang kerok atheisme (kekafiran). Tapi pendukung paham mekanisme seperti Beeckman, Basso, Gasendi dan Boyle membantah. Mereka merasa justru konsep alam yang mekanistis ini merupakan kompromi antara doktrin Kristen dan materialisme kuno. Mereka malah yakin yang justru merusak agama, adalah paham orgatione, kata Boyle.

Bagi Sebastian Basso intelek Tuhan bekerja pada semua benda, mengge¬rakkan semua dan membiarkan semua menuju tujuan akhirnya. Menurut Robert Boyle dalam paham mekanisme ini Tuhan meletakkan "aturan" alam, bukan hukum alam pada setiap benda. Mekanisme akhirnya menjadi senafas dengan Naturalisme. Nada-nada pengingkaraan peran Tuhan dalam perubahan alam mulai nampak. Begitulah! Terjadi saling tuduh antara teolog dan filosof Kristen. Akhirnya perlahan-lahan paham mekanisme mulai menggusur konsep alam Kristen yang dependen pada Tuhan menjadi semi¬independen dan akhirnya menjadi full independen.

Dalam situasi seperti itu Nicole Malebranche (1638-1715) dengan modal bacaan Tahafut al-Ghazzali mencoba membela. Baginya pandangan mekanisme atau naturalisme itu campuran kepercayaan pagan dan Kristen. "Hatinya Kristen, tapi otaknya pagan," katanya sinis. Sebab percaya bahwa Tuhan itu Satu harus juga percaya penyebab segala sesuatu juga Satu. Tidak ada hukum alam, yang ada hanya hukum Tuhan dan kehendak Tuhan. Alam tidak bisa jadi penyebab. Paham mekanisme itu menyesatkan. Tuhan dianggap mencipta lalu istirahat

Pembelaan George Berkeley (1683¬1753) yang pendeta Anglikan itu tak kalah telaknya. Sains harus dicuci bersih dari tendensi deisme. Tugasnya mencuci sains pasca Newton, sedang Malebranche tugasnya membilas deisme pasca filsafat dualisme Descartes. Seperti Malebran¬che, masalahnya bagi Berkeley para sain¬tis itu berupaya melabelkan "kehendak", "kekuatan" "penyebab" dsb. kepada benda. Dalam bukunya On Motion (1721) ia menyatakan simbol-simbol seperti kekuatan, berat, daya tarik dsb hanya untuk kalkulasi, tapi tidak menjelaskan hakekat gerak. Istilah nature, alam atau alami menurutnya adalah nonsense. Ini istilah orang pagan yang menganggap segala sesuatu seperti makhluk hidup. Padahal semua itu benda mati yang dikontrol oleh Kehendak Tuhan. Tanda¬nya hidup, dalam hal ini, adalah kehen¬dak, karena itu mungkin Berkeley risih menggunakan cogito ergo sum-nya Descartes dan lebih suka menggantinya dengan volo ergo sum (aku berkehendak maka aku ada). Kritikan Berkeley tahu-tahu direproduk¬si lagi oleh fisikawan Inggeris, J.B.Stallo dan Clerk Maxwell, 150 tahun kemudian yakni tahun 1882. Tapi ia terlambat dan hanya terdengar seperti lagu klasik gaya Bethoven.

Pergulatan antara mekanisme dan organisme dimenangkan oleh faham mekanisme. Meskipun konon melalui proses adapsi dan adaptasi. Adaptasi itulah yang kini menjelma menjadi konsepsi positivis dan empirisis dalam sains. Realitanya Pascal, Berkley, Boyle dan Newton menerima konsepsi itu dan empirisisme rasional menjadi basis bagi metode sains Barat modern. Itupun masih berkembang lagi menjadi empirisisme nominalis, empirisisme matematis, empirisisme natural dan historic.

Jika dulu gereja bisa marah pada Copernicus dan Galelio dan menghukum Bruno. Di zaman Barat modern gereja hanya dapat menangisi ulah para saintis. Sementara para saintis seperti tidak mau repot dan mengambil posisi, "yang tidak bisa dibuktikan secara empiris bukan sains". Teologi tidak bisa masuk dalam sains. Bicara fisika tidak perlu melibatkan metafisika. Argumentasi Francis Bacon sangat empiristis "Ilmu berkembang karena kesamaan-kesamaan, sedangkan Tuhan tidak ada kesamaannya". Maka dari itu ilmu tentang Tuhan adalah tidak mungkin. Dalam teorinya, Francis Bacon (1561-1626) wanti-wanti agar tidak mela¬kukan induksi berdasarkan keyakinan.

Sebelum itu Roger Bacon juga menga¬kui, kita ini bodoh tentang kehendak dan kekuasaan Tuhan yang tersurat dalam wahyu dan tersirat dalam ciptaan-Nya. Descartes berpikiran sama kehendak Tuhan tak dapat dipahami sehingga menghalangi jalan rasionalisme. Terus? "Ya kita tidak perlu takut melawan wahyu Tuhan dan melarang meneliti alam ini," katanya. Sebab wahyu Tuhan juga tidak melarang penelitian. Tuhan memberi manusia hak menguasai alam. Oleh sebab itu, simpulnya, kita bisa seperti Tuhan dan mengikuti petunjuk akal kita.

Jadi, sebenarnya para saintis bukan tidak percaya Tuhan, tapi mereka bingung. Bagi Newton, jika Tuhan Maha Kuasa tentu memiliki aturan-aturan dalam alam ini. Tapi mengaitkan segala sesuatu langsung kepada Tuhan akan menjadikan Tuhan sebagai jiwa alam ini. Ini tidak mungkin. Akhirnya, alam ini dianggap sebagai efek dari kegiatan Tuhan dan tidak berhubungan langsung dengan Tuhan.

Sebenarnya argumentas Descartes dan Bacon masih belum beranjak dari perta¬nyaan Ibn Rusyd kepada al-Ghazzali. Dan nampaknya argumentasi mereka masih satu alur dengan Ibn Rusyd yang populer dikalangan gereja sebagai aliran Averoism. E.Gillson dalam karyanya Revelation and Reason jelas sekali menya¬lahkan Ibn Rusyd. Sebab dengan teori kebenaran gandanya ia dianggap telah menabur benih sekularisme pada Des¬cartes dan pemikir Barat lainnya. Tuhan tetap disembah dan diyakini wujudNya, tapi alam dan pemikiran saintifiknya adalah sesuatu yang terpisah. Oleh sebab itu tidak heran jika untuk mengkritik mekanisme dan naturalisme itu Berkeley dan Malebranche dan juga David Hume meminjam argumentasi al-Ghazzali.

Sebab, bagi al-Ghazzali, kehendak Tuhan tidak pernah bertentangan dengan rasio manusia. Maka dari itu istilah al-Ghazzali sunnatullab oleh Berkeley dan Malebran¬che diterjemahkan menjadi the custom of God, keduanya menunjukkan hukum alam yang dikendalikan Kehendak Tuhan. Namun tidak berarti mereka menjadi religius seperti al-Ghazzali. Para saintis masa kini dengan berbagai paradigma, metode, teori dan pendekatan mereka tidak lagi menyadari kalau saintis pen¬dahulu mereka mengkaitkan gambaran alam yang mekanistis ini kepada Tuhan sang Pencipta. Mereka kini telah lupa. Bahkan dunia ini bagi saintis adalah godless (tanpa tuhan). Itulah realitas dari apa yang dikatakan oleh Professor Baiquni diatas. Jadi karena sains masa kini itu berasal dari paham atheisme atau deisme, maka ia perlu di "Islamkan".[]

Selasa, Agustus 26, 2008

Cul De Sac Kesabaran

Berdemokrasi memang menuntut kesabaran, tetapi entah kenapa kita dulu berharap besar terjadinya percepatan. Reformasi yang diawali dengan munculnya anarki, lalu melahirkan preman-preman politik dan kemudian ratusan partai, harapan segera lahirnya kesejahteraanpun dititipkan pada partai. Namun harapan tersebut nampaknya harus kita tunda. Kesabaran yang lebih panjang ternyata harus dimiliki oleh siapa saja yang sudah telanjur mengharapkan banyak perubahan menuju kemandirian dan kesejahteraan akan di wujudkan oleh partai.

Masalahnya tinggal, tingkat kesabaran sesesorang dengan yang lainnya tidaklah sama. Ada yang masih sabar ketika banyak elit partai, yang partainya dibangun dengan keringat dan air mata kader-kader dibawahnya, bermewah-mewah. Mobil mewah teranyar, rumah mewah termegah, pola hidup yang berubah mendadak -- sesaat setelah menjadi wakil rakyat--, hingga istri teranyar yang produk import beserta gaya hidup impor-nya.

Lalu kita harus bersabar ketika partai kita misalnya terpaksa mendukung kenaikan BBM pada 2005. Sebagai konsekuensi koalisi. Dan berhasil memiskinkan rakyat dan sejak itu timbullah busung lapar yang dimana-mana.

Ada juga yang tetap sabar ketika misalnya partainya berubah menjadi oportunis dengan mencalonkan gubernur hanya dengan pertimbangan dari duitnya. Dan tetap harus sabar ketika mendukung calon gubernur bermasalah, lagi-lagi dengan konsideran yang susah untuk dipahami. “Itu hanya black campaign, ybs kan belum terbukti bersalah secara hukum”.

Lalu ada juga yang masih tetap sabar bahkan tak peduli ketika misalnya partainya menolak dengan BERANI, usulan hak angket BLBI. Padahal BLBI ini adalah mega skandal terbesar sepanjang masa yang merugikan negara.

Sabar dan Tsiqoh, itulah yang harus kita tanamkan pada diri masing-masing. Utamakan amal nyata daripada bicara. Tentu pemimpin-pemimpin kita punya alasan tertentu mengapa mereka berbuat seperti itu. Mereka adalah para masyaikh yang sudah teruji dilapangan. Begitu kira-kira argumentasinya kalau kita mempertanyakan konsideran dari kebijakan partai politik.

Lalu kalau ternyata kemudian terbukti keputusan yang diambil salah. Atau perilaku pemimpin salah. Maka ada jurus argumentasi baru yang akan dilemparkan dengan PE-DE-nya. “Pemimpin kita itu juga manusia akhi, mereka bukan malaikat, mereka bisa berbuat salah, oleh karena itu kita harus memahami dan memaklumi mereka.” Wah enak sekali ya jadi pimpinan ? “Bukan spt itu akhi, pemimpin itu berat tanggung jawabnya, mereka juga memikirkan kita setiap hari, mereka pusing dan harus kita apresiasi. Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Kerja kita hanyalah mengeluh dan mengeluh akan kondisi kita.”

Ok deh. Kita memang harus sabar kali. Karena setiap ada aspirasi, memang harus tersumbat dan mental kembali. Tapi ngomong-ngomong, memang benar ya pemimpin semenderita itu ? Kabarnya begitu. Saking menderitanya konon ada yang menghilangkan penderitaan itu dengan membangun rumahnya seperti istana berhektar-hektar. “Itu sih bukan rumah, pesanggrahan (istana)”, kata seorang teman. Atau menghibur diri dengan istri import, atau pola hidup OKB.

Lalu kesabaran kembali diuji, ketika aturan-aturan yang telah ada ditabrak dengan seenak hati. Orang baik-baik mulai tersingkir. Dan keteladanan mulai hilang. Kesabaran dan keikhlasan kita harus diuji kembali ketika para kader dibawah begitu ikhlasnya berjuang, sementara para petinggi, sibuk dengan istri-istrinya (bahkan ada istri importnya yang disimpan di negeri tetangga), yang lainnya sibuk melanggengkan kekuasaannya, atau sibuk dengan urusan pencalonannya sebagai gubernur, bupati, walikkota, dan anggota dewan 2009 mendatang.

“Payah akhi, masak caleg 2009 di wilayah kita tidak ada orang (kader?) dari daerah kita”, gerutu teman suatu hari. “Mana yang dicalonkan orang bermasalah. Kader-kader gelisah, ada aturan dua kali periode pun tidak digubris selama setoran lancar”. Oh, mungkin itu salah satu ujian kesabaran dan keikhlasan serta ke tsiqohan dari para pemimpin kita. Kita harus tetap ikhlas, sabar dan tsiqoh.

Bagaimana dengan perkataan seorang masyaikh, para pendakwah harus kembali kepada akarnya, jangan sampai mereka dibenci gara-gara berorientasi pada kekuasaan ?

Masyarakat telah kadung menaruh banyak harapan pada kita. Sementara kita tak kuasa membendung hasrat berkuasa. Yang kadang membuat tak mampu melihat kelemahan-kelemahan kita sendiri. Kita sekarang lupa pada tujuan semula. Lalu kita kehilangan jatidiri kita. Kita menjadi sama dengan orang-orang lain, yang lapar kekuasaan, lapar uang, dll. Kita lupa memperjuangkan tujuan dakwah awal, dan terjebak pada mengejar kekuasaan semata. Padahal banyak masalah dan beban baru yang akan muncul nanti begitu kita memegang kekuasaan. Padahal jika saja kita mau berkaca, akan ada banyak hal yang kita mungkin belum mampu untuk menyeimbangkan antara kekuasaan, dakwah, kemajuan atau kompetensi ummat dengan hantaman dari luar yang akan datang, dll hal yang terlalu banyak dan panjang untuk diungkapkan dalam sebuah artikel curhat ini.

Kita sadar sepenuhnya bahwa dakwah di era demokrasi memang harus melalui tahapan-tahapan yang kurang menyenangkan. Para ahli masalah SABAR, sering mengatakan pada kita, bahwa Amerikapun perlu waktu puluhan tahun untuk bisa menjadikan demokrasi yang dewasa. Lho kok ukurannya Amerika ? Para ahli SABAR juga sering mengatakan pada kita untuk berkaca pada perjuangan generasi terdahulu, kita sekarang belum ada apa-apanya dibandingkan perjuangan mereka.

Saya ingin menyampaikan kepada para Ahli SABAR ini. Berhentilah membanding-bandingkan kondisi kita saat ini dengan generasi terdahulu. Karena kami (orang-orang yang tidak sabar) tahu betul bahwa generasi terdahulu adalah generasi yang tidak goyah olah godaan dunia, tidak miring akidahnya ketika bersinggungan dengan kekuataan kapitalis yahudi Madinah, dan tidak menukar syariat untuk tujuan-tujuan kekuasaan. Zaman memang sudah berubah, dan berubahnya sangat cepat. Kalau percepatan perubahan masyarakat itu tidak diperhitungkan, bisa-bisa terjadi perubahan tak terduga yang terjadi. Membandingkan dengan masa lalu hanya akan membuat diri kita lucu dihadapan cermin kita sendiri. Kecepatan pengaruh dakwah generasi terdahulu bahkan lebih cepat daripada pengaruh dakwah kita saat ini. Kala itukan belum ada koran, belum ada radio, televisi, internet. Bukankah semua itu mestinya menjadi sarana yang bisa mempercepat banyak hal ?

Para pemimpin kita mestinya tahu menakar kesabaran, ketsiqohan dan keikhlasan dari para bawahannya. Karena kita tidak diminta oleh agama ini untuk ikhlas di perdaya oleh orang lain. Kita juga tidak diminta untuk tsiqoh pada sistem yang mandul. Dan kita tidak diminta sabar pada orang-orang yang tidak amanah.

Ketika hal tersebut diabaikan, maka kita para rakyat jelata ini berada pada ambang batas kesabaran. Kita berada pada jalan buntu kepercayaan. Cul de sac.

Sabtu, Agustus 23, 2008

Bersikap Terhadap Anak

Seringkali orangtua bersikap salah terhadap anaknya, maksud hati mungkin ingin menasehati tetapi yang terjadi mencap anaknya dengan cap-cap nakal, bandel, tak bisa diatur. Saya sering memperhatikan ada seorang ibu yang selalu saja cekcok dengan anak pertamanya tetapi tidak dengan anak-anak lainnya. Anehnya kadang anak-anak lainnya melakukan kesalahan yang sama seperti anak pertamanya, tetapi perlakuan sang ibu berbeda, ia menganggap kesalahan anak lainnya itu masih wajar.

Banyak sekali pasangan yang mengalami konflik dalam masa-masa awal perkawinannya. Tahun-tahun pertama adalah tahun-tahun yang sulit untuk dilalui. Hal ini terutama terjadi pada pasangan yang menikah di jodohkan atau melalui proses ta’aruf islami (yang tidak benar). Meskipun telah ta’aruf, tetapi seringkali pada kedua pasangan ini tidak melakukan hal yang seharusnya yaitu memperkenalkan satu sama lain. Hal yang sering terjadi ketika pasangan itu berpacaran, karena ketika pacaran keduanya tidak sedang saling memperlihatkan karakter asli masing-masing tetapi saling menipu pasangannya dengan hanya menampilkan sisi-sisi baik dari dirinya.

Sehingga ketika pasangan itu menikah, terjadi shock. Masing-masing merasa kaget dengan tabi’at pasangannya. Atau salah satu saja yang kaget, itu sudah cukup untuk menimbulkan goncangan pertama dalam rumah tangga.

Nah sepertinya konflik masa-masa awal pernikahan ini yang kemudian membekas pada perilaku orangtua kepada anak atau sebaliknya. Mungkin saja seorang istri karena terbiasa dimarahi suami secara berlebihan (pada masa awal-awal pernikahannya), menjadi lebih cepat marah kepada anaknya. Mungkin saja karena si suami orang yang keras, sehingga ia tidak dapat membalas kemarahan si suami dengan kemarahan juga, dan hanya memendam rasa emosinya. Dan ketika anak pertamanya lahir maka si anak tersebutpun menjadi sasaran kemarahan sang Ibu. Hal-hal tersebut seringkali tidak disadari Ibu. Hal tersebut berjalan secara perlahan-lahan sedikit demi sedikit. Dan akhirnya si anak yang sudah terlalu sering di marahi apalagi kemudian ia sering juga mendapat cap sebagai anak yang nakal, bandel, tidak bisa diatur, dll, maka ia akan memposisikan dirinya sebagaimana cap tersebut. Hal ini bahkan sangat mungkin diperparah jika si Ibu sering membicarakan kenakalan anaknya tersebut kepada orang lain, seperti Nenek, Guru sementara ketika berbicara anaknya tersebut ada atau mengetahuinya.

Ada suatu contoh yang sangat tepat dalam acara Nanny 911. Dalam salah satu tayangannya, si Ibu bersikap ambivalen terhadap anak-anaknya. Anak keduanya keluar dari kamar tidurnya pada waktu ia seharusnya tidur dan meminta mainannya, padahal aturannya tidak boleh ada mainan di kamar ketika anak tidur. Tetapi anak kedua tersebut meminta dengan cara yang sangat persuasif bagi Ibu, ia tidak tega, dan membiarkan anak keduanya mendorong peti mainannya ke dalam kamar. Dalam kamera tersembunyi, terlihat anak pertama mengintip dan mengetahui bahwa adiknya dibolehkan oleh si Ibu memasukkan mainan ke kamarnya, padahal masalah inilah yang di ributkan pada awal acara sehingga anak-anak selalu tidur larut malam. Anak pertama ini terlihat runtuh kepercayaan dirinya, ia merasa diperlakukan tidak sama. Ia bahkan merasa Ibunya lebih sayang pada adiknya. Dan ketika ia ngambek, ibunya menghukumnya dengan mengambil sisa-sisa barang di kamarnya yang masih bisa dianggap mainan. Ini tidak disadari oleh si Ibu dan juga bahkan oleh sang anak, karena ia tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tetapi ia tentu merasa ada yang salah dalam perilaku Ibunya terhadapnya.

Keesokan harinya seperti biasa, ketika si Ibu sedang bercengkrama dengan adik-adiknya, ia mencoba bergabung, mencoba perhatian dari Ibunya. Tetapi mungkin karena masih merasa kurang puas atas sikap anaknya semalam terhadapnya (yang ngambek), si Ibu merasa bahwa anak pertamanya mencoba mengigit adiknya. Hal ini karena si Ibu telah memiliki persepsi yang negatif terhadap anak tertuanya. Iapun menghukum anaknya tersebut untuk berdiri di sudut ruangan dan mereka melanjutkan cengkrama tanpa anak tertuanya.

Sebagai penonton, tentu merasa sedih, kasihan melihat anak pertama tersebut menangis, dihukum berdiri, sementara si Ibu dan Adik-adiknya melanjutkan canda mereka. Tetapi si Ibu di ruangan tersebut tidak merasakan hal yang sama dengan penonton. Ia sedikitpun tidak mengetahui bahwa tindakannya sangat berpengaruh terhadap kejiwaan anaknya. Kecuali setelah sang Nanny memberitahukannya.

Nanny sang psikiater, mencoba menggali apakah anak tersebut mengetahui bahwa ia diperlakukan tidak adil. Tetapi sebenarnya si anak tidak terlalu mengerti apa yang terjadi, ia hanya merasakan. Jika sikap tersebut didiamkan Anak itu akan menjadi pribadi yang pendiam, terlalu introvert, mudah emosi/marah, nakal dan susah diatur. Hal yang benar-benar terjadi seperti apa yang dikatakan sang Ibu terhadap anaknya tersebut.

Hal yang berbeda sering terjadi pasa sang ayah. Ayah biasanya lebih didengar oleh anak-anaknya. Hal ini biasanya karena ayah biasanya lebih konsisten. Ayah jarang bersikap ambivalen. Anak-anak juga menyadari bahwa biasanya Ayah bersikap tegas (walaupun penyayang). Sehingga anak-anak memahami bahwa jika Ayah sudah mengatakan sesuatu ia serius pada hal tersebut (yang sangat jarang bisa Ibu lakukan).

Ayah biasanya juga sosok yang jarang marah. Tetapi jika sudah marah, maka semua anak-anaknya akan diam, mungkin juga takut, sehingga selalu menuruti apa yang dikatakan ayahnya. Demikian sebaliknya Ibu, seringsekali marah, sehingga anak-anak menjadi terbiasa dan menganggap enteng marah Ibu dan tidak tertarik mendengarkan kemarahannya.

Jika Ibu pribadi yang di cintai, karena ia lebih dekat dengan anak-anak. Maka ayah adalah figur yang diteladani, anak-anak hormat padanya. Anak-anak merasakan kewibawaannya, bahkan kadang juga secara berlebihan sehingga cenderung takut padanya.

Dari hal-hal yang saya utarakan diatas ada beberapa hal penting yang mungkin harus kita camkan ketika kita berperilaku terhadap anak-anak kita.
1. Hindari sejauh mungkin perilaku mencap anak-anak kita, dengan cap-cap yang negatif. Cap tersebut hanya akan membuat anak kita berfikir seperti halnya yang kita katakan. Apalagi jika kita mengutarakan kenakalan anak kita pada orang lain dihadapan anak kita. Ini sangat bermasalah.
2. Ucapkanlah sesuatu yang baik pada anak-anak kita, sehingga mereka merasakan citra positif bagi diri mereka sendiri.
3. Tidak ada anak-anak yang nakal, sebenarnya yang terjadi adalah orang tua yang mulai tidak sabar. Anak-anak memang demikianlah adanya, dari dulu hingga kini, mereka memang seperti itu, orang tualah yang mulai merasa terganggu dan jadi tidak sabaran.
4. Sikap ambivalen atau pilih kasih kita terhadap anak-anak dapat berakibat fatal. Dalam banyak kasus sikap seperti ini tidak disadari oleh para orangtua. Mereka melakukannya secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Mereka mulai menganak tirikan anak-anak kandungnya sendiri dari hal-hal terkecil lalu mulai meningkat seiring berjalan waktu. Lalu setelah terlambat, kita sebagai orangtua tidak dapat lagi memperbaiki hubungan kita yang sudah hambar pada anak-anak kita. Anak kita akan menderita seumur hidupnya, bahkan tanpa mereka menyadarinya. Emosinya menjadi labil, kepercayaan dirinya runtuh, dan ia hidup tidak bahagia. Karena itu wahai para orangtua, perhatikanalah cara anda berperilaku pada anak-anak anda.
5. Cara terbaik bersikap terhadap anak yang benar-benar nakal adalah dengan kasih-sayang.Tidak mengungkit-ungkit kesalahannya yang telah lalu. Mengkoreksinya tetapi tidak mempermalukannya. Sedini mungkin menanamkan tanggungjawab padanya. Jika kita terpaksa harus menghukumnya, maka hukumlah anak dengan hukuman yang dapat membuatnya mengambil pelajaran dari kesalahannya. Dan janganlupa akan kehangatan setelah hukuman tersebut. Terakhir mohonlah agar Allah menjadikannya generasi qurrata ‘a yun. Generasi penyejuk hati.

Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya. (HR Thabrani)

Rasulullah mengatakan :
Allah merahmati seeseorang yang membantu anaknya berbakti kepada-Nya. Sahabatpun bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ?”. Beliau menjawab, “Dia menerima yang sedikit darinya, memafkan yang menyulitkannya, dan tidak membebaninya, tidak pula memakinya.”

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Az Zumar : 53)

Jakarta, 23 Agustus 2008

Jumat, Agustus 22, 2008

Dosa Ahli Ibadah

Di kalangan Bani Israil ada seorang ahli ibadah yang paling saleh di zamannya. Ia mempunyai tiga kawan bersaudara yang mempunyai adik perempuan. Perempuan tersebut adalah seorang perawan. Tiga orang bersaudara tersebut tidak mempunyai saudara perempuan kecuali ia satu-satunya. Suatu waktu ketiga orang itu bermaksud melakukan perjalanan jihad di jalan Allah. Mereka sulit mencari orang yang dapat dititipi saudara perempuannya dan dapat dipercaya untuk menjaganya. Mereka sepakat bahwa adiknya akan dititipkan pada ahli ibadah itu. Mereka percaya sepenuhnya kepada dia. Ketiganya mendatangi ahli ibadah itu dan memintanya agar berkenan untuk dititipi. Mereka mengharapkan agar saudara perempuan mereka berada di dekatnya sampai mereka pulang dari peijalanan perang. Namun, si ahli ibadah menolaknya.

Tak henti-hentinya tiga bersaudara tersebut meminta kepada ahli ibadah ini untuk menerimanya. Akhirnya, ia pun mau menerima. Ia berkata kepada tiga orang tersebut, "Tempatkan saja ia di rumah yang berdampingan dengan tempat ibadahku ini!" Maka mereka menempatkan perempuan itu di rumah tersebut sebagaimana saran si ahli ibadah. Merekapun pergi untuk melakukan perang di jalan Allah.

Perempuan itu sudah cukup lama berada di kediaman dekat tempat ahli ibadah. Si ahli ibadah biasa menyimpan makanan di bawah tangga tempat dirinya beribadah supaya diambil oleh perempuan itu. Ia tidak mau mengantar makanan ke rumah yang ditempati perempuan itu. Ia meminta agar si perempuanlah yang mengambilnya. Perempuan tersebutlah yang keluar dari tempatnya untuk mengambil makanan setiap hari.
Setan terus berusaha membujuk si ahli ibadah. Ia tak henti-hentinya melukiskan kebaikan. Setan mewanti-wanti kepada ahli ibadah bahwa kalau perempuan itu terus-terusan keluar dari rumahnya di waktu siang untuk mengambil makanan, nanti ada orang yang melihat dan menyergapnya. Setan berbisik kepadanya, "Jika engkau yang pergi sendiri untuk mengantarkan makanan dan menyimpan di pintu rumahnya, itu akan lebih baik dan lebih besar pahalanya bagimu." Setan tak henti-hentinya membisikan suara tersebut sampai akhirnya sang ahli ibadah mau melakukan hal tersebut. Ia sendiri yang menyimpan makanan di dekat pintu perempuan tadi. Namun, ketika meletakkan makanan di depan pintu, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia cukup lama melakukan kegiatan itu.

Setan datang lagi kepada sang ahli ibadah dan menganjurkan agar dirinya mau menambah kebaikan. Setan berbisik kepadanya, "Jika engkau mengajak ngobrol kepadanya, ia akan merasa tentram dengan obrolanmu. Sebab, ia sedang kesepian sekali." Setan tak henti-hentinya merayu sang ahli ibadah sehingga ia mau melakukan apa yang dibisikan oleh setan itu. Ahli ibadah ini terkadang mengajak ngobrol perempuan tersebut dari atas tempat ibadahnya. Ia tidak mau turun ke bawah karena takut terkena dosa.
Selanjutnya setan datang lagi kepada ahli ibadah dan berkata, "Jika engkau turun ke bawah dan duduk di atas pintu tempat ibadahmu untuk bercakap-cakap dengannya dan dia pun tetap berada di atas pintu rumahnya, ini lebih baik dan menambah rasa tenang kepadanya." Setan tak henti-hentinya merayu sang ahli ibadah sehingga ia mau melakukannya. Ia duduk di atas pintu tempat ibadahnya begitu juga sang perempuan pun di atas pintunya mau bercakap-cakap dengannya.

Cukup lama dua orang tersebut terus-terusan melakukan kebiasaan bercakap-cakap di atas pintu masing-masing. Seperti biasanya setan datang lagi untuk membujuk si ahli ibadah agar melakukan kebaikan yang lebih banyak. Setan berbisik kepadanya, "Jika engkau keluar dari tempat ibadahmu lalu mendekat ke pintu rumahnya dan engkau berbicara dengannya, ia akan lebih tenteram dan lebih merasa senang. Itu kan kebaikan besar Ia tidak harus keluar dari rumahnya. Biarlah ia berada di dalam rumahnya dan engkau di luar" Setan tak henti-hentinya membisikan hal tersebut sampai akhirnya sang ahli ibadah mau melakukan apa yang dibisikannya itu.

Sang ahli ibadah biasa mendekat ke pintu rumah perempuan tadi. Ia bercakap-cakap dengannya. Padahal, asalnya ia tak pernah beranjak dari tempat ibadahnya. Kalau pun untuk mengajak bicara kepada si perempuan itu, ia melakukannya dari atas dan tidak mau turun ke bawah. Cukup lama kebiasaan yang dilakukan oleh sang ahli ibadah tersebut.

Selanjutnya setan datang kepada sang ahli ibadah dan berbisik, "Jika engkau masuk ke dalam rumahnya, lalu engkau bercakap-cakap dengannya, itu lebih balk. Sebab, jika engkau ada di dalam, wanita itu tidak harus kelihatan oleh orang lain." Ahli ibadah ini mengikuti saran setan sehingga ia pun masuk ke dalam rumah perempuan itu. Hampir seharian penuh, setiap hari, si ahli ibadah bercakap-cakap dengan perempuan. Ketika waktu telah menjelang sore, ia baru naik ke alas tempat ibadah nya untuk meneruskan ibadahnya.

Tiap saat Iblis datang kepada ahli ibadah untuk merayunya. Akhirnya, si ahli ibadah sampai dapat memegang paha wanita tersebut dan menciumnya. Iblis tak henti-hentinya mengganggu ahli ibadah dan perempuan tersebut sampai akhirnya terjadilah perzinaan. Selang beberapa lama perempuan tersebut hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki. Iblis pun datang kembali kepada si ahli ibadah dan berkata kepadanya, "Bagaimana kalau nanti saudara-saudara perempuan ini datang sementara ia melahirkan anak darimu? Apa yang engkau lakukan? Sudah barang tentu mereka akan mencela dan menghajarmu. Oleh sebab itu, bunuh saja anak itu lalu kubur olehmu. Perempuan itu akan mau menutupinya. Sebab, ia juga takut kepada saudaranya kalau-kalau mereka mengetahuinya." Maka si ahli ibadah melakukan apa yang disarankan oleh setan tersebut, yaitu membunuh anak itu.

Setelah dia membunuh anak laki-laki itu, setan berkata kepadanya, "Apakah engkau yakin perempuan itu akan menyembunyikan apa yang dilakukan olehmu? Sudah, bunuh saja dia !" Maka si ahli ibadah tersebut membunuh perempuan tersebut dan dikubur bersama anaknya didekat pintu rumahnya. Ia meletakan batu besar di atas kuburan anak dan ibunya tersebut. Setelah ia melaksanakan tugasnya, ia naik ke atas tempat ibadahnya untuk meneruskan ibadah.

Tidak lama kemudian, saudara perempuan yang dibunuh tadi datang dari tempat perang. Mereka langsung menuju ke tempat sang ahli ibadah. Mereka bertanya kepadanya ten tang kabar adik mereka. Mendengar pertanyaan tersebut, si ahli ibadah menangis dan menceritakan kejadian yang mengerikan. Ia menyebutkan bahwa saudara perempuan mereka meninggal karena penyakit. "Saya sangat tahu bahwa dia adalah perempuan baik-baik dan di daerah anu kuburannya," kata si ahli ibadah sambil menunjukkan sebuah kuburan yang agak jauh dari tempat ibadahnya. "Silakan kalian datangi kuburannya," lanjut sang ahli ibadah. Maka mereka segera datang ke tempat yang ditunjukkan oleh sang ahli ibadah. Sesampainya di sana mereka menangis. Beberapa hari mereka tak henti-hentinya menziarahi kuburan adiknya. Setelah itu mereka ketika malam tiba dan mereka telah tertidur setan datang dalam mimpi mereka. Dalam mimpi tersebut setan muncul dalam bentuk seorang laki-laki yang sedang melakukan perjalanan. Setan memulai mendatangi orang yang paling tua di antara mereka dan bertanya mengenai saudara perempuannya. Sang kakak yang paling besar menyebutkan berita yang diterima dari ahli ibadah. Ia memberitahukan bahwa dirinya telah mengunjungi kuburannya. Setan menyatakan bahwa kabar tersebut bohong. Ia berkata, "Apa yang dikabarkan dia tentang saudara perempuanmu hanya bualan. Justru ia telah menghamilinya dan adikmu melahirkan anak laki-laki. Karena takut terketahui, ia membunuhnya dan membunuh pula ibunya. Ia memasukkan keduanya ke dalam sebuah lubang yang telah digali di balik pintunya, yaitu di sebelah kanan. Silakan engkau datangi tempat tersebut dan buktikan ke sana. Kalian akan menemukan keduanya sebagaimana saya beritahukan!".

Selanjutnya setan pun datang juga kepada saudara yang lainnya dan menyampaikan kabar yang sama. Semuanya merasa kaget atas mimpi itu sebab mereka memimpikan hal yang sama. Saudara yang paling besar berkata, "Ah, itu kan hanya mimpi. Tidak ada apa-apanya. Sudah jangan kalian hiraukan dan kita biarkan saja!"

Saudara yang paling kecil berkata, "Demi Tuhan, saya tidak akan tenang kecuali setelah membuktikan tempat yang ditunjukkan itu." Maka ketiganya berangkat untuk mendatangi rumah bekas hunian adik perempuan mereka. Mereka membuka pintu rumah tersebut dan mencari tempat yang disebutkan oleh setan kepada mereka di dalam mimpi. Ternyata, mereka menemukan saudara perempuan dan anaknya telah disembelih dan diletakan di tempat itu. Selanjumya mereka datang kepada sang ahli ibadah dan bertanya kepadanya tentang keadaan yang sebenamya. Maka ia membenarkan apa yang dikatakan oleh setan tadi, yaitu dirinyalah yang membunuhnya. Selanjutnya, tiga saudara perempuan tersebut mengajukan masalahnya kepada raja mereka. Mereka membawa turun si ahli ibadah dari kediamannya. Sang ahli ibadah dituntut untuk dibunuh dan disalib.

Ketika si ahli ibadah sudah diikat di atas kayu untuk dibunuh, datanglah setan kepadanya dan berkata, "Saya ini sahabatmu yang mengujimu dengan perempuan yang engkau hamili dan bunuh itu. Jika engkau mau mengikuti perintahku hari ini dan kafir kepada Allah yang telah meniciptakan dan membentukmu, saya akan menyelamatkanmu dari bahaya yang sedang engkau hadapi.” Si ahli ibadah itu mengiyakan anjuran setan, yaitu kufur kepada Allah. Ketika ia telah kafir setan meninggalkannya dan orang-orang membunuhnya."

***

Sadarilah bahwa setan senantiasa menggoda kita. Ia tidak hanya menggoda kita ketika iman kita sedang lemah, ia bahkan bisa menggoda dan menggelincirkan ketika kita sedang merasa berada pada jalan yang lurus. Ghurur, ujub dan takabbur seringkali menimpa bahkan ketika kita merasa sedang menegakkan kalimatullah. Mungkin karena itulah Syekh Yusuf Qordhowi berkata bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang selalu khawatir bahwa dirinya tidak ikhlas.

Setan juga senantiasa menggoda kita dengan sangat halus. Wajarlah banyak orang yang tergelincir dan jatuh kepada dosa. Saking halusnya bisikan setan, ia tidak menyadari bahwa dirinya masuk dalam perangkap setan. Atau menyadari tetapi setelah terlambat. Taubatan nasuha akan menyelamatkan kita dari perangkap setan tersebut. Tetapi banyak orang gengsi untuk bertaubat dan mengakui semua kesalahannya. Seringkali taubat itu dengan cara menutup-nutupi kesalahan-kesalahannya. Atau sebisa mungkin membela kesalahan-kesalahannya dengan argumentasi, “manusiawi – karena kita juga adalah manusia bukan malaikat yang bisa berbuat salah”. Alih-alih merasa bersalah karena dosanya, ia sibuk mencari argumentasi untuk membela perbuatan dosanya. Kita sering merasa sangat berdosa kepada Allah, tetapi tetap merasa sangat berjasa dan tinggi di depan manusia.

Seringkali kita merasa kecil atas dosa kita, hanya karena semua orang juga melakukannya. Kita merasa bahwa kita masih lebih baik dari orang lain, karena kita segera bertaubat ketika kita salah. Kita lupa bahwa pemahaman kita bahwa dosa itu salah, membuat dosa kita berlipat dihadapan Allah apalagi pemahaman bahwa kita lebih baik dari orang lain, mungkin akan melambungkan dosa kita jauh dari orang lain.
Ahli Ibadah pada cerita Al Ghazali ini mungkin juga cermin dari diri kita. Ketika orang lain sedang berjihad, berjuang, kita malah mengkhianati perjuangan orang tsb dan membunuh harapan dan masa depan orang-orang tsb. Setelah sebelumnya kita memperkosa dan merusak harapan tersebut. Padahal kita tidak ikut berjuang, kita hanya menikmati perjuangan orang-orang tsb. Ahli Ibadah itu juga tidak sesegera mungkin taubat, walaupun kesempatan itu masih ada, pada banyak kesempatan. Kesempatan pertama, ketika ia berzina, kesempatan kedua ketika perempuan itu melahirkan bayi, kesempatan ketiga ketika ia ketahuan membunuh, dll. Banyak kesempatan untuk taubat yang kita sia-siakan. Kita terus-menerus menolak dan membuang jauh-jauh tawaran hidayah dari Allah.

Mudah-mudahan Allah SWT menyayangi dan memberi kita hidayahNya.

Sabtu, Agustus 02, 2008

Abi Pulang

"Abi pulang, sst, cepat !” teriak anak-anak dari dalam rumahku. Perlahan ku buka sepatu, dan kuketuk pintu. Tok, tok, tok, “Assalamu’alaikum…” teriakkku, “Wa’alikum salam” sahut suara merdu istriku dari dalam rumah. Tak ada suara anak-anak menjawab salamku, yah seperti biasanya. Perlahan aku melangkah masuk ke rumah. Istri tercinta sedang tersenyum “sangat manis” duduk di ruang tamu. Seperti biasa tak ada anak-anak terlihat.

“Azzam sama Ariq mana Lu ?” tanyaku seperti biasa. Lulu adalah panggilan sayangku pada istri. Sambil tersenyum dan mengerlipkan matanya ia menjawab, “Tahu, gak ada !”. Tapi matanya seperti biasa, melirik bawah kursi panjang tempat duduk ruang tamu. Aku sebenarnya sdh tahu, hampir setiap pulang ke rumah seperti ini. Aku membanting tubuhku ke kursi, duduk di samping istri, tapi kaki ku ku arahkan ke kolong kursi. Pura-pura tidak tahu, aku semakin menyorongkan kakiku ke kolong. Perlahan terdengar suara-suara anak umur empat tahun kegelian akibat kakiku. “Ariq mana ya, kok gak kelihatan”, kataku sambil kaki terus menggelitiki sesosok makhluk kecil yang sedang meringkuk bersembunyi tepat di bawah kursi tempat dudukku.

“Aduh,… hey, abi, ini Ariq, dibawah” “Mana ya Ariq” kataku tak peduli, sementara istriku seperti biasa tersenyum-senyum.”Hey, ini Ariq dibawah tempat duduk Abi, Aduh geli !”, terdengar suara anak TK A itu nyaring dari bawah. “Mana Ariq ? Gak kelihatan”, sekarang aku jongkok dan menggelitiki tubuh mungil di kolong kursi tamu tsb, “Aduh ha ha ha, geli Abi.”. Tubuh mungil itupun keluar dari kolong sambil kegelian, sekarang tinggal satu lagi, seperti biasa ada di pojok rak buku. Aku menurunkan tas dan menaruhnya diatas kepala manusia kecil yg sedang meringkuk dibalik rak buku, “Aduh” terdengar suaranya sambil tertawa. “Azzam mana mi ?” tanyaku sambil tanganku menggelitiki tubuhnya yg kecil. “He he hi hi hu hu” teriaknya sambil tertawa kegelian.

Itulah ritual rutin, yang terjadi setiap aku pulang ke rumah, anak-anak selalu ngumpet, dan aku selalu pura-pura tidak tahu mereka ada dimana, walaupun hampir setiap hari itu terjadi. Jika sedang dikamar, maka mereka akan ngumpet dibalik selimut, dan aku akan pura-pura tdk tahu, dan menindih selimut yang menggumpal-gumpal tersebut. Sampai mereka teriak-teriak lalu keluar, kadang-kadang juga mereka berteriak kesal, “Huh, gila ni Abi”. Meskipun selalu terjadi kadang aku juga terkecoh, misalnya aku pikir mereka ngumpet ternyata mereka memang tidak ada, lagi main keluar atau kerumah neneknya. Kalo seperti itu, istri yang senyum-senyum saja. Atau ternyata mereka berhasil menemukan tempat baru untuk ngumpet yang saya tidak duga.

Anak kedua saya, namanya Ariq (Muhammad Ariq Al Fatih), bahkan selalu ngambek dan nangis jika aku tahu-tahu sudah ada di kamar. Terpaksa aku harus keluar lagi dari rumah dan menunggu sampai ia selesai ngumpet baru aku masuk dan kejadiannya seperti biasa.

Dari hal2 kecil spt itu, aku sangat mendapatkan hiburan dari anak-anakku. Mereka seolah menyampaikan pesan kepada orang-tuanya bahwa mereka selalu ada untuk kami. Merekalah alasan kami pulang ke rumah. Mereka selalu ingin membuat kejutan pada kami orang tuanya. Ya, yang mereka lakukan memang belum banyak, hanya kejutan ngumpetlah yang mereka bisa. Tapi menurut saya anak-anak saya mencerminkan semangat keceriaan yang luar biasa. Selesai ritual ngumpet, akan berlanjut dengan canda-ria di kamar, anak-anak biasa berantem-beranteman dengan abinya. Atau menunggangi abinya. Hingga abinya kelelahan dan tertidur. Atau mereka yang kelelahan lalu tertidur.

Dari hal ini juga, Aku dan istri berharap anak-anak terbiasa akrab dengan orang-tuanya, tidak memandang mereka hanya sebagai orang-tua tapi juga teman. Tapi mereka sebenarnya bercermin dari keakraban kami sebagai suami-istri. Sebagai suami istri, kami seringkali berdiskusi, temanya macam-macam, kadang diskusi berakhir panas, kadang berakhir ledek-ledekan, kadang juga berakhir karena salah satunya ada yang tertidur, atau kadang berakhir dengan suatu kesimpulan atau kesepakatan.
Anak-anak melihat kami, para orang-tua, kami akrab, kami bercanda, dan kami mesra tentu saja (karena kami masih muda-muda), meskipun kadang kami juga bertengkar, dan kadang juga bertengkar hebat. Tapi bagaimana akhirnya itulah yang terpenting. Untuk itulah sebenarnya fungsi para orang tua, merekalah teladan anak-anaknya.

Rabu, Juli 23, 2008

Antara Game Komputer dan Kehidupan

Seandainya semuanya tampak seperti permainan di komputer, tentu kita tak akan hidup serumit ini.


Ya. Apakah anda pernah memainkan sebuah game di komputer ? Saya tak sering, hanya kadang-kadang saja, jika sedang sangat jenuh, atau jika sedang menjajal kemampuan komputer baru, kadang saya memainkan game pc terbaru.



Ketika kita sedang bermain game, semua masalah terlihat sangat jelas bagi kita. Apa tujuan permainan tersebut, apa misi kita (objective), apa saja yang harus kita hindari, apakah ini trik musuh, jebakan yang akan membawa kita pada kekalahan, atau sebaliknya. Bahkan kita bisa melihat diri kita sendiri sedang berjalan, sedang mengendarai mobil misalnya, dan kita langsung tahu apa akibat dari pilihan (pekerjaan) yang kita lakukan.

Kebaikan dalam dunia game sangat jelas, kita hanya perlu fokus dan berfikir sebentar dan kemudian menentukan langkah yang terbaik untuk permainan kita dari pilihan-pilihan yang tersedia. Biasanya jika pilihan terbaik yang kita pilih maka akan menghantarkan kita pada prestasi permainan yang tertinggi.


Itulah dunia game komputer. Semua serba hitam-putih, sangat jelas, sangat gamblang.


Sekarang coba kita lihat dunia kita sehari-hari. Sebenarnya sejak kita bangun tidur, bahkan sebelum bangun tidur kita telah di hadapkan pada pilihan-pilihan yang juga sangat jelas. Ada pilihan terbaik, ada pilihan yang agak baik, pilihan kurang baik, pilihan tidak baik, dan mungkin pilihan yang menghancurkan.


Ada pilihan bahwa kita harus bangun tidur sebelum azan subuh, tetapi kita juga bisa memilih baru bangun ketika azan subuh, atau setelah azan subuh, jam 6 pagi nanti, toh masih sempat untuk mandi dan siap-siap sebentar sebelum memulai aktifitas.


Nah ternyata pilihan-pilihan kitalah yang menentukan akan menjadi seperti apa kita kelak dimasa depan. Jika yang kita lakukan adalah selalu pilihan terbaik dari setiap alternatif yang ada dalam hidup kita. Niscaya kita akan menjadi orang yang Besar. Tetapi jika pilihan kita biasa-biasa saja maka kita akan menjadi orang biasa. Dan jika pilihan kita adalah pilihan yang merugikan bagi hidup kita, maka kehidupan kita bagaikan neraka dunia. Kita terjebak didalamnya, terperangkap, dan semakin kita mengeluarkan tenaga untuk bergerak, semakin dalam kita terjerumus dalam kehidupan dunia yang melelahkan ini.


Begitulah, tetapi, tidak semua orang mampu untuk melihat alternatif atau pilihan-pilihan tersebut. Wawasan dan kebijaksanaannya lah yang akan mampu melihat selalu ada alternatif-alternatif tersebut. Dan kadang, maaf bahkan seringkali, alternatif atau pilihan terbaik baru akan terlihat jika kita sering akrab dengan diri kita sendiri.

Keakraban itulah yang membuat kita bertanya pada diri sendiri, sudahkan aku manfaatkan waktuku sebaik mungkin ? Sudahkan satuan waktu dari hidupku ini menghasilkan prestasi (permainan) yang terbaik ?

Apakah yang selama ini menghambat prestasi ku ? Apakah sebenarnya yang selama ini menjadi penyebab kegagalanku ?


Tetapi masalah lainnya selain itu tidak semua orang yang melihat alternatif atau puilihan terbaik itu mampu mengerjakan pilihan terbaik tersebut. Dalam kasus bangun subuh, orang bisa saja tahu persis bahwa jika ia bangun jauh sebelum subuh, maka kehidupannya hari itu akan lebih baik, ia mendapat prestasi tinggi (begitu istilahnya jika dalam permainan komputer), tetapi sangat sulit meneguhkan hati dan jiwa kita untuk mengerjakan pilihan-pilihan tersebut. Itulah mungkin Allah SWT memotivasi kita untuk selalu giat menghamba padaNya, melalui ayat-ayat Qur’an, salah satunya :


Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS Al Hadid : 20)

Edited by : Abasir abasyir.blogspot.com