Rabu, Agustus 27, 2008

Islamisasi

Oleh Hamid Fahmy Zarkasyi
(Dari Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam "ISLAMIA" Vol III No. 4)

Pada tahun 1992 disela-sela sebuah seminar di Gontor Prof. Dr. Mukti Ali tiba-tiba nyeletuk, "Bagi saya Islamisasi ilmu pengetahuan itu omong kosong. Apanya yang diislamkan, ilmu kan netral...."

Sebelum selesai bicara Prof. Dr. Baiquni yang waktu itu bersama beliau, langsung menimpali, "Pak Mukti tidak belajar sains, jadi tidak tahu di mana tidak Islamnya ilmu (sains) itu."

Seperti biasa Pak Mukti dengan rasa penasaran menyahut, "Masa iya, bagaimana itu?"
"Sains di Barat itu pada tahap asumsi dan presupposisinya tidak melibatkan Tuhan (teologi)", jawab Baiquni, "akhir¬nya menjadi sekuler dan anti Tuhan." Pak Mukti dengan kepolosan dan sikap intelektualitasnya spontan menjawab lagi, "Oh begitu." Lalu diskusi terus berlang¬sung dan soal ilmu serta Islamisasinya menjadi topik menarik.

Beberapa cendekiawan Muslim tidak sepakat dengan agenda Islamisasi sains modern. Umumnya tidak mengerti, atau tidak melihat sisi epistemologisnya. Walhal, fakta bahwa sains modern adalah produk worldview sekuler tidak terban¬tahkan. Jadi pernyataan Prof. Baiquni bukan mengada-ada. R. Hooykaas dalam bukunya Religion and The Rise of Modern Science juga sependapat. Bahkan buku Arnold E Loen yang berjudul Secularization, Science Without God jelas-jelas menunjukkan hal itu.

Dulu, menurut Hooykass, di Barat alam semesta digambarkan sebagai organisme. Artinya dunia ini diciptakan dan tergantung sepenuhnya kepada penciptanya. Pandangan alam sebagai organisme diwarisi Barat dari Yunani dan di dukung oleh filosof Kristen Abad Pertengahan. Sumbernya adalah konsep Tuhan dan konsep penciptaan. Karena diciptakan maka alam ini tergantung sepenuhnya pada Sang Pencipta.

Tapi sejak datangnya Copernicus hingga Newton gambaran alam ini bergeser menjadi mekanisme. Mekanis¬me artinya paham yang melihat dunia ini sebagai mesin ciptaan yang independen dari penciptanya, setelah diciptakan. Gara-garanya adalah kemiskinan konsep penciptaan (kosmogoni) dalam Bible. Para filosof dan teolog Kristen juga tidak sepenuh hati berpihak. Malah bersikap kompromis. Thomas Aquinas yang dipandang sangat Aristotelian ini memisahkan dan membedakan kekuasaan Tuhan dan hukum alam. Hubungan Tuhan-alam akhirnya pandang sebagai semi-independen. Tuhan tidak mempe¬ngaruhi hukum alam. Alam berjalan berdasarkan sistimnya tersendiri.

Pandangan Thomas justru mendekat kepada mekanisme. Ketika Pandangan Alam Saintifik (Scientific Worldview) di era modern merebak, paham organisme mulai tergeser oleh mekanisme. Argumentasi pro-mekanisme semakin berani. Sebagai sebuah mesin, alam ini terkait dengan Tuhan tapi secara operasioanl terpisah. Masalahnya, menurut mereka, kalau Tuhan terkait dengan hukum alam, Tuhan akan tunduk pada hukum alam. Oleh karena itu alam dianggap bisa berja¬lan sendiri tanpa Tuhan. Begitu dicipta¬kan alam terus berjalan sendiri. Gamba¬rannya seperti insinyur atau pemborong, begitu selesai membangun gedung, ia tidak lagi berhubungan dengan bangunan itu lagi.

"Lho Tuhan kan tidak seperti manu¬sia!" alangan filosof dan teolog Kristen protes. Cara memandang alam seperti itu akan mengorbankan keimanan pada Tuhan yang transenden dan karena itu menjadi biang kerok atheisme (kekafiran). Tapi pendukung paham mekanisme seperti Beeckman, Basso, Gasendi dan Boyle membantah. Mereka merasa justru konsep alam yang mekanistis ini merupakan kompromi antara doktrin Kristen dan materialisme kuno. Mereka malah yakin yang justru merusak agama, adalah paham orgatione, kata Boyle.

Bagi Sebastian Basso intelek Tuhan bekerja pada semua benda, mengge¬rakkan semua dan membiarkan semua menuju tujuan akhirnya. Menurut Robert Boyle dalam paham mekanisme ini Tuhan meletakkan "aturan" alam, bukan hukum alam pada setiap benda. Mekanisme akhirnya menjadi senafas dengan Naturalisme. Nada-nada pengingkaraan peran Tuhan dalam perubahan alam mulai nampak. Begitulah! Terjadi saling tuduh antara teolog dan filosof Kristen. Akhirnya perlahan-lahan paham mekanisme mulai menggusur konsep alam Kristen yang dependen pada Tuhan menjadi semi¬independen dan akhirnya menjadi full independen.

Dalam situasi seperti itu Nicole Malebranche (1638-1715) dengan modal bacaan Tahafut al-Ghazzali mencoba membela. Baginya pandangan mekanisme atau naturalisme itu campuran kepercayaan pagan dan Kristen. "Hatinya Kristen, tapi otaknya pagan," katanya sinis. Sebab percaya bahwa Tuhan itu Satu harus juga percaya penyebab segala sesuatu juga Satu. Tidak ada hukum alam, yang ada hanya hukum Tuhan dan kehendak Tuhan. Alam tidak bisa jadi penyebab. Paham mekanisme itu menyesatkan. Tuhan dianggap mencipta lalu istirahat

Pembelaan George Berkeley (1683¬1753) yang pendeta Anglikan itu tak kalah telaknya. Sains harus dicuci bersih dari tendensi deisme. Tugasnya mencuci sains pasca Newton, sedang Malebranche tugasnya membilas deisme pasca filsafat dualisme Descartes. Seperti Malebran¬che, masalahnya bagi Berkeley para sain¬tis itu berupaya melabelkan "kehendak", "kekuatan" "penyebab" dsb. kepada benda. Dalam bukunya On Motion (1721) ia menyatakan simbol-simbol seperti kekuatan, berat, daya tarik dsb hanya untuk kalkulasi, tapi tidak menjelaskan hakekat gerak. Istilah nature, alam atau alami menurutnya adalah nonsense. Ini istilah orang pagan yang menganggap segala sesuatu seperti makhluk hidup. Padahal semua itu benda mati yang dikontrol oleh Kehendak Tuhan. Tanda¬nya hidup, dalam hal ini, adalah kehen¬dak, karena itu mungkin Berkeley risih menggunakan cogito ergo sum-nya Descartes dan lebih suka menggantinya dengan volo ergo sum (aku berkehendak maka aku ada). Kritikan Berkeley tahu-tahu direproduk¬si lagi oleh fisikawan Inggeris, J.B.Stallo dan Clerk Maxwell, 150 tahun kemudian yakni tahun 1882. Tapi ia terlambat dan hanya terdengar seperti lagu klasik gaya Bethoven.

Pergulatan antara mekanisme dan organisme dimenangkan oleh faham mekanisme. Meskipun konon melalui proses adapsi dan adaptasi. Adaptasi itulah yang kini menjelma menjadi konsepsi positivis dan empirisis dalam sains. Realitanya Pascal, Berkley, Boyle dan Newton menerima konsepsi itu dan empirisisme rasional menjadi basis bagi metode sains Barat modern. Itupun masih berkembang lagi menjadi empirisisme nominalis, empirisisme matematis, empirisisme natural dan historic.

Jika dulu gereja bisa marah pada Copernicus dan Galelio dan menghukum Bruno. Di zaman Barat modern gereja hanya dapat menangisi ulah para saintis. Sementara para saintis seperti tidak mau repot dan mengambil posisi, "yang tidak bisa dibuktikan secara empiris bukan sains". Teologi tidak bisa masuk dalam sains. Bicara fisika tidak perlu melibatkan metafisika. Argumentasi Francis Bacon sangat empiristis "Ilmu berkembang karena kesamaan-kesamaan, sedangkan Tuhan tidak ada kesamaannya". Maka dari itu ilmu tentang Tuhan adalah tidak mungkin. Dalam teorinya, Francis Bacon (1561-1626) wanti-wanti agar tidak mela¬kukan induksi berdasarkan keyakinan.

Sebelum itu Roger Bacon juga menga¬kui, kita ini bodoh tentang kehendak dan kekuasaan Tuhan yang tersurat dalam wahyu dan tersirat dalam ciptaan-Nya. Descartes berpikiran sama kehendak Tuhan tak dapat dipahami sehingga menghalangi jalan rasionalisme. Terus? "Ya kita tidak perlu takut melawan wahyu Tuhan dan melarang meneliti alam ini," katanya. Sebab wahyu Tuhan juga tidak melarang penelitian. Tuhan memberi manusia hak menguasai alam. Oleh sebab itu, simpulnya, kita bisa seperti Tuhan dan mengikuti petunjuk akal kita.

Jadi, sebenarnya para saintis bukan tidak percaya Tuhan, tapi mereka bingung. Bagi Newton, jika Tuhan Maha Kuasa tentu memiliki aturan-aturan dalam alam ini. Tapi mengaitkan segala sesuatu langsung kepada Tuhan akan menjadikan Tuhan sebagai jiwa alam ini. Ini tidak mungkin. Akhirnya, alam ini dianggap sebagai efek dari kegiatan Tuhan dan tidak berhubungan langsung dengan Tuhan.

Sebenarnya argumentas Descartes dan Bacon masih belum beranjak dari perta¬nyaan Ibn Rusyd kepada al-Ghazzali. Dan nampaknya argumentasi mereka masih satu alur dengan Ibn Rusyd yang populer dikalangan gereja sebagai aliran Averoism. E.Gillson dalam karyanya Revelation and Reason jelas sekali menya¬lahkan Ibn Rusyd. Sebab dengan teori kebenaran gandanya ia dianggap telah menabur benih sekularisme pada Des¬cartes dan pemikir Barat lainnya. Tuhan tetap disembah dan diyakini wujudNya, tapi alam dan pemikiran saintifiknya adalah sesuatu yang terpisah. Oleh sebab itu tidak heran jika untuk mengkritik mekanisme dan naturalisme itu Berkeley dan Malebranche dan juga David Hume meminjam argumentasi al-Ghazzali.

Sebab, bagi al-Ghazzali, kehendak Tuhan tidak pernah bertentangan dengan rasio manusia. Maka dari itu istilah al-Ghazzali sunnatullab oleh Berkeley dan Malebran¬che diterjemahkan menjadi the custom of God, keduanya menunjukkan hukum alam yang dikendalikan Kehendak Tuhan. Namun tidak berarti mereka menjadi religius seperti al-Ghazzali. Para saintis masa kini dengan berbagai paradigma, metode, teori dan pendekatan mereka tidak lagi menyadari kalau saintis pen¬dahulu mereka mengkaitkan gambaran alam yang mekanistis ini kepada Tuhan sang Pencipta. Mereka kini telah lupa. Bahkan dunia ini bagi saintis adalah godless (tanpa tuhan). Itulah realitas dari apa yang dikatakan oleh Professor Baiquni diatas. Jadi karena sains masa kini itu berasal dari paham atheisme atau deisme, maka ia perlu di "Islamkan".[]

Selasa, Agustus 26, 2008

Cul De Sac Kesabaran

Berdemokrasi memang menuntut kesabaran, tetapi entah kenapa kita dulu berharap besar terjadinya percepatan. Reformasi yang diawali dengan munculnya anarki, lalu melahirkan preman-preman politik dan kemudian ratusan partai, harapan segera lahirnya kesejahteraanpun dititipkan pada partai. Namun harapan tersebut nampaknya harus kita tunda. Kesabaran yang lebih panjang ternyata harus dimiliki oleh siapa saja yang sudah telanjur mengharapkan banyak perubahan menuju kemandirian dan kesejahteraan akan di wujudkan oleh partai.

Masalahnya tinggal, tingkat kesabaran sesesorang dengan yang lainnya tidaklah sama. Ada yang masih sabar ketika banyak elit partai, yang partainya dibangun dengan keringat dan air mata kader-kader dibawahnya, bermewah-mewah. Mobil mewah teranyar, rumah mewah termegah, pola hidup yang berubah mendadak -- sesaat setelah menjadi wakil rakyat--, hingga istri teranyar yang produk import beserta gaya hidup impor-nya.

Lalu kita harus bersabar ketika partai kita misalnya terpaksa mendukung kenaikan BBM pada 2005. Sebagai konsekuensi koalisi. Dan berhasil memiskinkan rakyat dan sejak itu timbullah busung lapar yang dimana-mana.

Ada juga yang tetap sabar ketika misalnya partainya berubah menjadi oportunis dengan mencalonkan gubernur hanya dengan pertimbangan dari duitnya. Dan tetap harus sabar ketika mendukung calon gubernur bermasalah, lagi-lagi dengan konsideran yang susah untuk dipahami. “Itu hanya black campaign, ybs kan belum terbukti bersalah secara hukum”.

Lalu ada juga yang masih tetap sabar bahkan tak peduli ketika misalnya partainya menolak dengan BERANI, usulan hak angket BLBI. Padahal BLBI ini adalah mega skandal terbesar sepanjang masa yang merugikan negara.

Sabar dan Tsiqoh, itulah yang harus kita tanamkan pada diri masing-masing. Utamakan amal nyata daripada bicara. Tentu pemimpin-pemimpin kita punya alasan tertentu mengapa mereka berbuat seperti itu. Mereka adalah para masyaikh yang sudah teruji dilapangan. Begitu kira-kira argumentasinya kalau kita mempertanyakan konsideran dari kebijakan partai politik.

Lalu kalau ternyata kemudian terbukti keputusan yang diambil salah. Atau perilaku pemimpin salah. Maka ada jurus argumentasi baru yang akan dilemparkan dengan PE-DE-nya. “Pemimpin kita itu juga manusia akhi, mereka bukan malaikat, mereka bisa berbuat salah, oleh karena itu kita harus memahami dan memaklumi mereka.” Wah enak sekali ya jadi pimpinan ? “Bukan spt itu akhi, pemimpin itu berat tanggung jawabnya, mereka juga memikirkan kita setiap hari, mereka pusing dan harus kita apresiasi. Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Kerja kita hanyalah mengeluh dan mengeluh akan kondisi kita.”

Ok deh. Kita memang harus sabar kali. Karena setiap ada aspirasi, memang harus tersumbat dan mental kembali. Tapi ngomong-ngomong, memang benar ya pemimpin semenderita itu ? Kabarnya begitu. Saking menderitanya konon ada yang menghilangkan penderitaan itu dengan membangun rumahnya seperti istana berhektar-hektar. “Itu sih bukan rumah, pesanggrahan (istana)”, kata seorang teman. Atau menghibur diri dengan istri import, atau pola hidup OKB.

Lalu kesabaran kembali diuji, ketika aturan-aturan yang telah ada ditabrak dengan seenak hati. Orang baik-baik mulai tersingkir. Dan keteladanan mulai hilang. Kesabaran dan keikhlasan kita harus diuji kembali ketika para kader dibawah begitu ikhlasnya berjuang, sementara para petinggi, sibuk dengan istri-istrinya (bahkan ada istri importnya yang disimpan di negeri tetangga), yang lainnya sibuk melanggengkan kekuasaannya, atau sibuk dengan urusan pencalonannya sebagai gubernur, bupati, walikkota, dan anggota dewan 2009 mendatang.

“Payah akhi, masak caleg 2009 di wilayah kita tidak ada orang (kader?) dari daerah kita”, gerutu teman suatu hari. “Mana yang dicalonkan orang bermasalah. Kader-kader gelisah, ada aturan dua kali periode pun tidak digubris selama setoran lancar”. Oh, mungkin itu salah satu ujian kesabaran dan keikhlasan serta ke tsiqohan dari para pemimpin kita. Kita harus tetap ikhlas, sabar dan tsiqoh.

Bagaimana dengan perkataan seorang masyaikh, para pendakwah harus kembali kepada akarnya, jangan sampai mereka dibenci gara-gara berorientasi pada kekuasaan ?

Masyarakat telah kadung menaruh banyak harapan pada kita. Sementara kita tak kuasa membendung hasrat berkuasa. Yang kadang membuat tak mampu melihat kelemahan-kelemahan kita sendiri. Kita sekarang lupa pada tujuan semula. Lalu kita kehilangan jatidiri kita. Kita menjadi sama dengan orang-orang lain, yang lapar kekuasaan, lapar uang, dll. Kita lupa memperjuangkan tujuan dakwah awal, dan terjebak pada mengejar kekuasaan semata. Padahal banyak masalah dan beban baru yang akan muncul nanti begitu kita memegang kekuasaan. Padahal jika saja kita mau berkaca, akan ada banyak hal yang kita mungkin belum mampu untuk menyeimbangkan antara kekuasaan, dakwah, kemajuan atau kompetensi ummat dengan hantaman dari luar yang akan datang, dll hal yang terlalu banyak dan panjang untuk diungkapkan dalam sebuah artikel curhat ini.

Kita sadar sepenuhnya bahwa dakwah di era demokrasi memang harus melalui tahapan-tahapan yang kurang menyenangkan. Para ahli masalah SABAR, sering mengatakan pada kita, bahwa Amerikapun perlu waktu puluhan tahun untuk bisa menjadikan demokrasi yang dewasa. Lho kok ukurannya Amerika ? Para ahli SABAR juga sering mengatakan pada kita untuk berkaca pada perjuangan generasi terdahulu, kita sekarang belum ada apa-apanya dibandingkan perjuangan mereka.

Saya ingin menyampaikan kepada para Ahli SABAR ini. Berhentilah membanding-bandingkan kondisi kita saat ini dengan generasi terdahulu. Karena kami (orang-orang yang tidak sabar) tahu betul bahwa generasi terdahulu adalah generasi yang tidak goyah olah godaan dunia, tidak miring akidahnya ketika bersinggungan dengan kekuataan kapitalis yahudi Madinah, dan tidak menukar syariat untuk tujuan-tujuan kekuasaan. Zaman memang sudah berubah, dan berubahnya sangat cepat. Kalau percepatan perubahan masyarakat itu tidak diperhitungkan, bisa-bisa terjadi perubahan tak terduga yang terjadi. Membandingkan dengan masa lalu hanya akan membuat diri kita lucu dihadapan cermin kita sendiri. Kecepatan pengaruh dakwah generasi terdahulu bahkan lebih cepat daripada pengaruh dakwah kita saat ini. Kala itukan belum ada koran, belum ada radio, televisi, internet. Bukankah semua itu mestinya menjadi sarana yang bisa mempercepat banyak hal ?

Para pemimpin kita mestinya tahu menakar kesabaran, ketsiqohan dan keikhlasan dari para bawahannya. Karena kita tidak diminta oleh agama ini untuk ikhlas di perdaya oleh orang lain. Kita juga tidak diminta untuk tsiqoh pada sistem yang mandul. Dan kita tidak diminta sabar pada orang-orang yang tidak amanah.

Ketika hal tersebut diabaikan, maka kita para rakyat jelata ini berada pada ambang batas kesabaran. Kita berada pada jalan buntu kepercayaan. Cul de sac.

Sabtu, Agustus 23, 2008

Bersikap Terhadap Anak

Seringkali orangtua bersikap salah terhadap anaknya, maksud hati mungkin ingin menasehati tetapi yang terjadi mencap anaknya dengan cap-cap nakal, bandel, tak bisa diatur. Saya sering memperhatikan ada seorang ibu yang selalu saja cekcok dengan anak pertamanya tetapi tidak dengan anak-anak lainnya. Anehnya kadang anak-anak lainnya melakukan kesalahan yang sama seperti anak pertamanya, tetapi perlakuan sang ibu berbeda, ia menganggap kesalahan anak lainnya itu masih wajar.

Banyak sekali pasangan yang mengalami konflik dalam masa-masa awal perkawinannya. Tahun-tahun pertama adalah tahun-tahun yang sulit untuk dilalui. Hal ini terutama terjadi pada pasangan yang menikah di jodohkan atau melalui proses ta’aruf islami (yang tidak benar). Meskipun telah ta’aruf, tetapi seringkali pada kedua pasangan ini tidak melakukan hal yang seharusnya yaitu memperkenalkan satu sama lain. Hal yang sering terjadi ketika pasangan itu berpacaran, karena ketika pacaran keduanya tidak sedang saling memperlihatkan karakter asli masing-masing tetapi saling menipu pasangannya dengan hanya menampilkan sisi-sisi baik dari dirinya.

Sehingga ketika pasangan itu menikah, terjadi shock. Masing-masing merasa kaget dengan tabi’at pasangannya. Atau salah satu saja yang kaget, itu sudah cukup untuk menimbulkan goncangan pertama dalam rumah tangga.

Nah sepertinya konflik masa-masa awal pernikahan ini yang kemudian membekas pada perilaku orangtua kepada anak atau sebaliknya. Mungkin saja seorang istri karena terbiasa dimarahi suami secara berlebihan (pada masa awal-awal pernikahannya), menjadi lebih cepat marah kepada anaknya. Mungkin saja karena si suami orang yang keras, sehingga ia tidak dapat membalas kemarahan si suami dengan kemarahan juga, dan hanya memendam rasa emosinya. Dan ketika anak pertamanya lahir maka si anak tersebutpun menjadi sasaran kemarahan sang Ibu. Hal-hal tersebut seringkali tidak disadari Ibu. Hal tersebut berjalan secara perlahan-lahan sedikit demi sedikit. Dan akhirnya si anak yang sudah terlalu sering di marahi apalagi kemudian ia sering juga mendapat cap sebagai anak yang nakal, bandel, tidak bisa diatur, dll, maka ia akan memposisikan dirinya sebagaimana cap tersebut. Hal ini bahkan sangat mungkin diperparah jika si Ibu sering membicarakan kenakalan anaknya tersebut kepada orang lain, seperti Nenek, Guru sementara ketika berbicara anaknya tersebut ada atau mengetahuinya.

Ada suatu contoh yang sangat tepat dalam acara Nanny 911. Dalam salah satu tayangannya, si Ibu bersikap ambivalen terhadap anak-anaknya. Anak keduanya keluar dari kamar tidurnya pada waktu ia seharusnya tidur dan meminta mainannya, padahal aturannya tidak boleh ada mainan di kamar ketika anak tidur. Tetapi anak kedua tersebut meminta dengan cara yang sangat persuasif bagi Ibu, ia tidak tega, dan membiarkan anak keduanya mendorong peti mainannya ke dalam kamar. Dalam kamera tersembunyi, terlihat anak pertama mengintip dan mengetahui bahwa adiknya dibolehkan oleh si Ibu memasukkan mainan ke kamarnya, padahal masalah inilah yang di ributkan pada awal acara sehingga anak-anak selalu tidur larut malam. Anak pertama ini terlihat runtuh kepercayaan dirinya, ia merasa diperlakukan tidak sama. Ia bahkan merasa Ibunya lebih sayang pada adiknya. Dan ketika ia ngambek, ibunya menghukumnya dengan mengambil sisa-sisa barang di kamarnya yang masih bisa dianggap mainan. Ini tidak disadari oleh si Ibu dan juga bahkan oleh sang anak, karena ia tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tetapi ia tentu merasa ada yang salah dalam perilaku Ibunya terhadapnya.

Keesokan harinya seperti biasa, ketika si Ibu sedang bercengkrama dengan adik-adiknya, ia mencoba bergabung, mencoba perhatian dari Ibunya. Tetapi mungkin karena masih merasa kurang puas atas sikap anaknya semalam terhadapnya (yang ngambek), si Ibu merasa bahwa anak pertamanya mencoba mengigit adiknya. Hal ini karena si Ibu telah memiliki persepsi yang negatif terhadap anak tertuanya. Iapun menghukum anaknya tersebut untuk berdiri di sudut ruangan dan mereka melanjutkan cengkrama tanpa anak tertuanya.

Sebagai penonton, tentu merasa sedih, kasihan melihat anak pertama tersebut menangis, dihukum berdiri, sementara si Ibu dan Adik-adiknya melanjutkan canda mereka. Tetapi si Ibu di ruangan tersebut tidak merasakan hal yang sama dengan penonton. Ia sedikitpun tidak mengetahui bahwa tindakannya sangat berpengaruh terhadap kejiwaan anaknya. Kecuali setelah sang Nanny memberitahukannya.

Nanny sang psikiater, mencoba menggali apakah anak tersebut mengetahui bahwa ia diperlakukan tidak adil. Tetapi sebenarnya si anak tidak terlalu mengerti apa yang terjadi, ia hanya merasakan. Jika sikap tersebut didiamkan Anak itu akan menjadi pribadi yang pendiam, terlalu introvert, mudah emosi/marah, nakal dan susah diatur. Hal yang benar-benar terjadi seperti apa yang dikatakan sang Ibu terhadap anaknya tersebut.

Hal yang berbeda sering terjadi pasa sang ayah. Ayah biasanya lebih didengar oleh anak-anaknya. Hal ini biasanya karena ayah biasanya lebih konsisten. Ayah jarang bersikap ambivalen. Anak-anak juga menyadari bahwa biasanya Ayah bersikap tegas (walaupun penyayang). Sehingga anak-anak memahami bahwa jika Ayah sudah mengatakan sesuatu ia serius pada hal tersebut (yang sangat jarang bisa Ibu lakukan).

Ayah biasanya juga sosok yang jarang marah. Tetapi jika sudah marah, maka semua anak-anaknya akan diam, mungkin juga takut, sehingga selalu menuruti apa yang dikatakan ayahnya. Demikian sebaliknya Ibu, seringsekali marah, sehingga anak-anak menjadi terbiasa dan menganggap enteng marah Ibu dan tidak tertarik mendengarkan kemarahannya.

Jika Ibu pribadi yang di cintai, karena ia lebih dekat dengan anak-anak. Maka ayah adalah figur yang diteladani, anak-anak hormat padanya. Anak-anak merasakan kewibawaannya, bahkan kadang juga secara berlebihan sehingga cenderung takut padanya.

Dari hal-hal yang saya utarakan diatas ada beberapa hal penting yang mungkin harus kita camkan ketika kita berperilaku terhadap anak-anak kita.
1. Hindari sejauh mungkin perilaku mencap anak-anak kita, dengan cap-cap yang negatif. Cap tersebut hanya akan membuat anak kita berfikir seperti halnya yang kita katakan. Apalagi jika kita mengutarakan kenakalan anak kita pada orang lain dihadapan anak kita. Ini sangat bermasalah.
2. Ucapkanlah sesuatu yang baik pada anak-anak kita, sehingga mereka merasakan citra positif bagi diri mereka sendiri.
3. Tidak ada anak-anak yang nakal, sebenarnya yang terjadi adalah orang tua yang mulai tidak sabar. Anak-anak memang demikianlah adanya, dari dulu hingga kini, mereka memang seperti itu, orang tualah yang mulai merasa terganggu dan jadi tidak sabaran.
4. Sikap ambivalen atau pilih kasih kita terhadap anak-anak dapat berakibat fatal. Dalam banyak kasus sikap seperti ini tidak disadari oleh para orangtua. Mereka melakukannya secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Mereka mulai menganak tirikan anak-anak kandungnya sendiri dari hal-hal terkecil lalu mulai meningkat seiring berjalan waktu. Lalu setelah terlambat, kita sebagai orangtua tidak dapat lagi memperbaiki hubungan kita yang sudah hambar pada anak-anak kita. Anak kita akan menderita seumur hidupnya, bahkan tanpa mereka menyadarinya. Emosinya menjadi labil, kepercayaan dirinya runtuh, dan ia hidup tidak bahagia. Karena itu wahai para orangtua, perhatikanalah cara anda berperilaku pada anak-anak anda.
5. Cara terbaik bersikap terhadap anak yang benar-benar nakal adalah dengan kasih-sayang.Tidak mengungkit-ungkit kesalahannya yang telah lalu. Mengkoreksinya tetapi tidak mempermalukannya. Sedini mungkin menanamkan tanggungjawab padanya. Jika kita terpaksa harus menghukumnya, maka hukumlah anak dengan hukuman yang dapat membuatnya mengambil pelajaran dari kesalahannya. Dan janganlupa akan kehangatan setelah hukuman tersebut. Terakhir mohonlah agar Allah menjadikannya generasi qurrata ‘a yun. Generasi penyejuk hati.

Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya. (HR Thabrani)

Rasulullah mengatakan :
Allah merahmati seeseorang yang membantu anaknya berbakti kepada-Nya. Sahabatpun bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ?”. Beliau menjawab, “Dia menerima yang sedikit darinya, memafkan yang menyulitkannya, dan tidak membebaninya, tidak pula memakinya.”

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Az Zumar : 53)

Jakarta, 23 Agustus 2008

Jumat, Agustus 22, 2008

Dosa Ahli Ibadah

Di kalangan Bani Israil ada seorang ahli ibadah yang paling saleh di zamannya. Ia mempunyai tiga kawan bersaudara yang mempunyai adik perempuan. Perempuan tersebut adalah seorang perawan. Tiga orang bersaudara tersebut tidak mempunyai saudara perempuan kecuali ia satu-satunya. Suatu waktu ketiga orang itu bermaksud melakukan perjalanan jihad di jalan Allah. Mereka sulit mencari orang yang dapat dititipi saudara perempuannya dan dapat dipercaya untuk menjaganya. Mereka sepakat bahwa adiknya akan dititipkan pada ahli ibadah itu. Mereka percaya sepenuhnya kepada dia. Ketiganya mendatangi ahli ibadah itu dan memintanya agar berkenan untuk dititipi. Mereka mengharapkan agar saudara perempuan mereka berada di dekatnya sampai mereka pulang dari peijalanan perang. Namun, si ahli ibadah menolaknya.

Tak henti-hentinya tiga bersaudara tersebut meminta kepada ahli ibadah ini untuk menerimanya. Akhirnya, ia pun mau menerima. Ia berkata kepada tiga orang tersebut, "Tempatkan saja ia di rumah yang berdampingan dengan tempat ibadahku ini!" Maka mereka menempatkan perempuan itu di rumah tersebut sebagaimana saran si ahli ibadah. Merekapun pergi untuk melakukan perang di jalan Allah.

Perempuan itu sudah cukup lama berada di kediaman dekat tempat ahli ibadah. Si ahli ibadah biasa menyimpan makanan di bawah tangga tempat dirinya beribadah supaya diambil oleh perempuan itu. Ia tidak mau mengantar makanan ke rumah yang ditempati perempuan itu. Ia meminta agar si perempuanlah yang mengambilnya. Perempuan tersebutlah yang keluar dari tempatnya untuk mengambil makanan setiap hari.
Setan terus berusaha membujuk si ahli ibadah. Ia tak henti-hentinya melukiskan kebaikan. Setan mewanti-wanti kepada ahli ibadah bahwa kalau perempuan itu terus-terusan keluar dari rumahnya di waktu siang untuk mengambil makanan, nanti ada orang yang melihat dan menyergapnya. Setan berbisik kepadanya, "Jika engkau yang pergi sendiri untuk mengantarkan makanan dan menyimpan di pintu rumahnya, itu akan lebih baik dan lebih besar pahalanya bagimu." Setan tak henti-hentinya membisikan suara tersebut sampai akhirnya sang ahli ibadah mau melakukan hal tersebut. Ia sendiri yang menyimpan makanan di dekat pintu perempuan tadi. Namun, ketika meletakkan makanan di depan pintu, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia cukup lama melakukan kegiatan itu.

Setan datang lagi kepada sang ahli ibadah dan menganjurkan agar dirinya mau menambah kebaikan. Setan berbisik kepadanya, "Jika engkau mengajak ngobrol kepadanya, ia akan merasa tentram dengan obrolanmu. Sebab, ia sedang kesepian sekali." Setan tak henti-hentinya merayu sang ahli ibadah sehingga ia mau melakukan apa yang dibisikan oleh setan itu. Ahli ibadah ini terkadang mengajak ngobrol perempuan tersebut dari atas tempat ibadahnya. Ia tidak mau turun ke bawah karena takut terkena dosa.
Selanjutnya setan datang lagi kepada ahli ibadah dan berkata, "Jika engkau turun ke bawah dan duduk di atas pintu tempat ibadahmu untuk bercakap-cakap dengannya dan dia pun tetap berada di atas pintu rumahnya, ini lebih baik dan menambah rasa tenang kepadanya." Setan tak henti-hentinya merayu sang ahli ibadah sehingga ia mau melakukannya. Ia duduk di atas pintu tempat ibadahnya begitu juga sang perempuan pun di atas pintunya mau bercakap-cakap dengannya.

Cukup lama dua orang tersebut terus-terusan melakukan kebiasaan bercakap-cakap di atas pintu masing-masing. Seperti biasanya setan datang lagi untuk membujuk si ahli ibadah agar melakukan kebaikan yang lebih banyak. Setan berbisik kepadanya, "Jika engkau keluar dari tempat ibadahmu lalu mendekat ke pintu rumahnya dan engkau berbicara dengannya, ia akan lebih tenteram dan lebih merasa senang. Itu kan kebaikan besar Ia tidak harus keluar dari rumahnya. Biarlah ia berada di dalam rumahnya dan engkau di luar" Setan tak henti-hentinya membisikan hal tersebut sampai akhirnya sang ahli ibadah mau melakukan apa yang dibisikannya itu.

Sang ahli ibadah biasa mendekat ke pintu rumah perempuan tadi. Ia bercakap-cakap dengannya. Padahal, asalnya ia tak pernah beranjak dari tempat ibadahnya. Kalau pun untuk mengajak bicara kepada si perempuan itu, ia melakukannya dari atas dan tidak mau turun ke bawah. Cukup lama kebiasaan yang dilakukan oleh sang ahli ibadah tersebut.

Selanjutnya setan datang kepada sang ahli ibadah dan berbisik, "Jika engkau masuk ke dalam rumahnya, lalu engkau bercakap-cakap dengannya, itu lebih balk. Sebab, jika engkau ada di dalam, wanita itu tidak harus kelihatan oleh orang lain." Ahli ibadah ini mengikuti saran setan sehingga ia pun masuk ke dalam rumah perempuan itu. Hampir seharian penuh, setiap hari, si ahli ibadah bercakap-cakap dengan perempuan. Ketika waktu telah menjelang sore, ia baru naik ke alas tempat ibadah nya untuk meneruskan ibadahnya.

Tiap saat Iblis datang kepada ahli ibadah untuk merayunya. Akhirnya, si ahli ibadah sampai dapat memegang paha wanita tersebut dan menciumnya. Iblis tak henti-hentinya mengganggu ahli ibadah dan perempuan tersebut sampai akhirnya terjadilah perzinaan. Selang beberapa lama perempuan tersebut hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki. Iblis pun datang kembali kepada si ahli ibadah dan berkata kepadanya, "Bagaimana kalau nanti saudara-saudara perempuan ini datang sementara ia melahirkan anak darimu? Apa yang engkau lakukan? Sudah barang tentu mereka akan mencela dan menghajarmu. Oleh sebab itu, bunuh saja anak itu lalu kubur olehmu. Perempuan itu akan mau menutupinya. Sebab, ia juga takut kepada saudaranya kalau-kalau mereka mengetahuinya." Maka si ahli ibadah melakukan apa yang disarankan oleh setan tersebut, yaitu membunuh anak itu.

Setelah dia membunuh anak laki-laki itu, setan berkata kepadanya, "Apakah engkau yakin perempuan itu akan menyembunyikan apa yang dilakukan olehmu? Sudah, bunuh saja dia !" Maka si ahli ibadah tersebut membunuh perempuan tersebut dan dikubur bersama anaknya didekat pintu rumahnya. Ia meletakan batu besar di atas kuburan anak dan ibunya tersebut. Setelah ia melaksanakan tugasnya, ia naik ke atas tempat ibadahnya untuk meneruskan ibadah.

Tidak lama kemudian, saudara perempuan yang dibunuh tadi datang dari tempat perang. Mereka langsung menuju ke tempat sang ahli ibadah. Mereka bertanya kepadanya ten tang kabar adik mereka. Mendengar pertanyaan tersebut, si ahli ibadah menangis dan menceritakan kejadian yang mengerikan. Ia menyebutkan bahwa saudara perempuan mereka meninggal karena penyakit. "Saya sangat tahu bahwa dia adalah perempuan baik-baik dan di daerah anu kuburannya," kata si ahli ibadah sambil menunjukkan sebuah kuburan yang agak jauh dari tempat ibadahnya. "Silakan kalian datangi kuburannya," lanjut sang ahli ibadah. Maka mereka segera datang ke tempat yang ditunjukkan oleh sang ahli ibadah. Sesampainya di sana mereka menangis. Beberapa hari mereka tak henti-hentinya menziarahi kuburan adiknya. Setelah itu mereka ketika malam tiba dan mereka telah tertidur setan datang dalam mimpi mereka. Dalam mimpi tersebut setan muncul dalam bentuk seorang laki-laki yang sedang melakukan perjalanan. Setan memulai mendatangi orang yang paling tua di antara mereka dan bertanya mengenai saudara perempuannya. Sang kakak yang paling besar menyebutkan berita yang diterima dari ahli ibadah. Ia memberitahukan bahwa dirinya telah mengunjungi kuburannya. Setan menyatakan bahwa kabar tersebut bohong. Ia berkata, "Apa yang dikabarkan dia tentang saudara perempuanmu hanya bualan. Justru ia telah menghamilinya dan adikmu melahirkan anak laki-laki. Karena takut terketahui, ia membunuhnya dan membunuh pula ibunya. Ia memasukkan keduanya ke dalam sebuah lubang yang telah digali di balik pintunya, yaitu di sebelah kanan. Silakan engkau datangi tempat tersebut dan buktikan ke sana. Kalian akan menemukan keduanya sebagaimana saya beritahukan!".

Selanjutnya setan pun datang juga kepada saudara yang lainnya dan menyampaikan kabar yang sama. Semuanya merasa kaget atas mimpi itu sebab mereka memimpikan hal yang sama. Saudara yang paling besar berkata, "Ah, itu kan hanya mimpi. Tidak ada apa-apanya. Sudah jangan kalian hiraukan dan kita biarkan saja!"

Saudara yang paling kecil berkata, "Demi Tuhan, saya tidak akan tenang kecuali setelah membuktikan tempat yang ditunjukkan itu." Maka ketiganya berangkat untuk mendatangi rumah bekas hunian adik perempuan mereka. Mereka membuka pintu rumah tersebut dan mencari tempat yang disebutkan oleh setan kepada mereka di dalam mimpi. Ternyata, mereka menemukan saudara perempuan dan anaknya telah disembelih dan diletakan di tempat itu. Selanjumya mereka datang kepada sang ahli ibadah dan bertanya kepadanya tentang keadaan yang sebenamya. Maka ia membenarkan apa yang dikatakan oleh setan tadi, yaitu dirinyalah yang membunuhnya. Selanjutnya, tiga saudara perempuan tersebut mengajukan masalahnya kepada raja mereka. Mereka membawa turun si ahli ibadah dari kediamannya. Sang ahli ibadah dituntut untuk dibunuh dan disalib.

Ketika si ahli ibadah sudah diikat di atas kayu untuk dibunuh, datanglah setan kepadanya dan berkata, "Saya ini sahabatmu yang mengujimu dengan perempuan yang engkau hamili dan bunuh itu. Jika engkau mau mengikuti perintahku hari ini dan kafir kepada Allah yang telah meniciptakan dan membentukmu, saya akan menyelamatkanmu dari bahaya yang sedang engkau hadapi.” Si ahli ibadah itu mengiyakan anjuran setan, yaitu kufur kepada Allah. Ketika ia telah kafir setan meninggalkannya dan orang-orang membunuhnya."

***

Sadarilah bahwa setan senantiasa menggoda kita. Ia tidak hanya menggoda kita ketika iman kita sedang lemah, ia bahkan bisa menggoda dan menggelincirkan ketika kita sedang merasa berada pada jalan yang lurus. Ghurur, ujub dan takabbur seringkali menimpa bahkan ketika kita merasa sedang menegakkan kalimatullah. Mungkin karena itulah Syekh Yusuf Qordhowi berkata bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang selalu khawatir bahwa dirinya tidak ikhlas.

Setan juga senantiasa menggoda kita dengan sangat halus. Wajarlah banyak orang yang tergelincir dan jatuh kepada dosa. Saking halusnya bisikan setan, ia tidak menyadari bahwa dirinya masuk dalam perangkap setan. Atau menyadari tetapi setelah terlambat. Taubatan nasuha akan menyelamatkan kita dari perangkap setan tersebut. Tetapi banyak orang gengsi untuk bertaubat dan mengakui semua kesalahannya. Seringkali taubat itu dengan cara menutup-nutupi kesalahan-kesalahannya. Atau sebisa mungkin membela kesalahan-kesalahannya dengan argumentasi, “manusiawi – karena kita juga adalah manusia bukan malaikat yang bisa berbuat salah”. Alih-alih merasa bersalah karena dosanya, ia sibuk mencari argumentasi untuk membela perbuatan dosanya. Kita sering merasa sangat berdosa kepada Allah, tetapi tetap merasa sangat berjasa dan tinggi di depan manusia.

Seringkali kita merasa kecil atas dosa kita, hanya karena semua orang juga melakukannya. Kita merasa bahwa kita masih lebih baik dari orang lain, karena kita segera bertaubat ketika kita salah. Kita lupa bahwa pemahaman kita bahwa dosa itu salah, membuat dosa kita berlipat dihadapan Allah apalagi pemahaman bahwa kita lebih baik dari orang lain, mungkin akan melambungkan dosa kita jauh dari orang lain.
Ahli Ibadah pada cerita Al Ghazali ini mungkin juga cermin dari diri kita. Ketika orang lain sedang berjihad, berjuang, kita malah mengkhianati perjuangan orang tsb dan membunuh harapan dan masa depan orang-orang tsb. Setelah sebelumnya kita memperkosa dan merusak harapan tersebut. Padahal kita tidak ikut berjuang, kita hanya menikmati perjuangan orang-orang tsb. Ahli Ibadah itu juga tidak sesegera mungkin taubat, walaupun kesempatan itu masih ada, pada banyak kesempatan. Kesempatan pertama, ketika ia berzina, kesempatan kedua ketika perempuan itu melahirkan bayi, kesempatan ketiga ketika ia ketahuan membunuh, dll. Banyak kesempatan untuk taubat yang kita sia-siakan. Kita terus-menerus menolak dan membuang jauh-jauh tawaran hidayah dari Allah.

Mudah-mudahan Allah SWT menyayangi dan memberi kita hidayahNya.

Sabtu, Agustus 02, 2008

Abi Pulang

"Abi pulang, sst, cepat !” teriak anak-anak dari dalam rumahku. Perlahan ku buka sepatu, dan kuketuk pintu. Tok, tok, tok, “Assalamu’alaikum…” teriakkku, “Wa’alikum salam” sahut suara merdu istriku dari dalam rumah. Tak ada suara anak-anak menjawab salamku, yah seperti biasanya. Perlahan aku melangkah masuk ke rumah. Istri tercinta sedang tersenyum “sangat manis” duduk di ruang tamu. Seperti biasa tak ada anak-anak terlihat.

“Azzam sama Ariq mana Lu ?” tanyaku seperti biasa. Lulu adalah panggilan sayangku pada istri. Sambil tersenyum dan mengerlipkan matanya ia menjawab, “Tahu, gak ada !”. Tapi matanya seperti biasa, melirik bawah kursi panjang tempat duduk ruang tamu. Aku sebenarnya sdh tahu, hampir setiap pulang ke rumah seperti ini. Aku membanting tubuhku ke kursi, duduk di samping istri, tapi kaki ku ku arahkan ke kolong kursi. Pura-pura tidak tahu, aku semakin menyorongkan kakiku ke kolong. Perlahan terdengar suara-suara anak umur empat tahun kegelian akibat kakiku. “Ariq mana ya, kok gak kelihatan”, kataku sambil kaki terus menggelitiki sesosok makhluk kecil yang sedang meringkuk bersembunyi tepat di bawah kursi tempat dudukku.

“Aduh,… hey, abi, ini Ariq, dibawah” “Mana ya Ariq” kataku tak peduli, sementara istriku seperti biasa tersenyum-senyum.”Hey, ini Ariq dibawah tempat duduk Abi, Aduh geli !”, terdengar suara anak TK A itu nyaring dari bawah. “Mana Ariq ? Gak kelihatan”, sekarang aku jongkok dan menggelitiki tubuh mungil di kolong kursi tamu tsb, “Aduh ha ha ha, geli Abi.”. Tubuh mungil itupun keluar dari kolong sambil kegelian, sekarang tinggal satu lagi, seperti biasa ada di pojok rak buku. Aku menurunkan tas dan menaruhnya diatas kepala manusia kecil yg sedang meringkuk dibalik rak buku, “Aduh” terdengar suaranya sambil tertawa. “Azzam mana mi ?” tanyaku sambil tanganku menggelitiki tubuhnya yg kecil. “He he hi hi hu hu” teriaknya sambil tertawa kegelian.

Itulah ritual rutin, yang terjadi setiap aku pulang ke rumah, anak-anak selalu ngumpet, dan aku selalu pura-pura tidak tahu mereka ada dimana, walaupun hampir setiap hari itu terjadi. Jika sedang dikamar, maka mereka akan ngumpet dibalik selimut, dan aku akan pura-pura tdk tahu, dan menindih selimut yang menggumpal-gumpal tersebut. Sampai mereka teriak-teriak lalu keluar, kadang-kadang juga mereka berteriak kesal, “Huh, gila ni Abi”. Meskipun selalu terjadi kadang aku juga terkecoh, misalnya aku pikir mereka ngumpet ternyata mereka memang tidak ada, lagi main keluar atau kerumah neneknya. Kalo seperti itu, istri yang senyum-senyum saja. Atau ternyata mereka berhasil menemukan tempat baru untuk ngumpet yang saya tidak duga.

Anak kedua saya, namanya Ariq (Muhammad Ariq Al Fatih), bahkan selalu ngambek dan nangis jika aku tahu-tahu sudah ada di kamar. Terpaksa aku harus keluar lagi dari rumah dan menunggu sampai ia selesai ngumpet baru aku masuk dan kejadiannya seperti biasa.

Dari hal2 kecil spt itu, aku sangat mendapatkan hiburan dari anak-anakku. Mereka seolah menyampaikan pesan kepada orang-tuanya bahwa mereka selalu ada untuk kami. Merekalah alasan kami pulang ke rumah. Mereka selalu ingin membuat kejutan pada kami orang tuanya. Ya, yang mereka lakukan memang belum banyak, hanya kejutan ngumpetlah yang mereka bisa. Tapi menurut saya anak-anak saya mencerminkan semangat keceriaan yang luar biasa. Selesai ritual ngumpet, akan berlanjut dengan canda-ria di kamar, anak-anak biasa berantem-beranteman dengan abinya. Atau menunggangi abinya. Hingga abinya kelelahan dan tertidur. Atau mereka yang kelelahan lalu tertidur.

Dari hal ini juga, Aku dan istri berharap anak-anak terbiasa akrab dengan orang-tuanya, tidak memandang mereka hanya sebagai orang-tua tapi juga teman. Tapi mereka sebenarnya bercermin dari keakraban kami sebagai suami-istri. Sebagai suami istri, kami seringkali berdiskusi, temanya macam-macam, kadang diskusi berakhir panas, kadang berakhir ledek-ledekan, kadang juga berakhir karena salah satunya ada yang tertidur, atau kadang berakhir dengan suatu kesimpulan atau kesepakatan.
Anak-anak melihat kami, para orang-tua, kami akrab, kami bercanda, dan kami mesra tentu saja (karena kami masih muda-muda), meskipun kadang kami juga bertengkar, dan kadang juga bertengkar hebat. Tapi bagaimana akhirnya itulah yang terpenting. Untuk itulah sebenarnya fungsi para orang tua, merekalah teladan anak-anaknya.
Edited by : Abasir abasyir.blogspot.com