Sabtu, Agustus 02, 2008

Abi Pulang

"Abi pulang, sst, cepat !” teriak anak-anak dari dalam rumahku. Perlahan ku buka sepatu, dan kuketuk pintu. Tok, tok, tok, “Assalamu’alaikum…” teriakkku, “Wa’alikum salam” sahut suara merdu istriku dari dalam rumah. Tak ada suara anak-anak menjawab salamku, yah seperti biasanya. Perlahan aku melangkah masuk ke rumah. Istri tercinta sedang tersenyum “sangat manis” duduk di ruang tamu. Seperti biasa tak ada anak-anak terlihat.

“Azzam sama Ariq mana Lu ?” tanyaku seperti biasa. Lulu adalah panggilan sayangku pada istri. Sambil tersenyum dan mengerlipkan matanya ia menjawab, “Tahu, gak ada !”. Tapi matanya seperti biasa, melirik bawah kursi panjang tempat duduk ruang tamu. Aku sebenarnya sdh tahu, hampir setiap pulang ke rumah seperti ini. Aku membanting tubuhku ke kursi, duduk di samping istri, tapi kaki ku ku arahkan ke kolong kursi. Pura-pura tidak tahu, aku semakin menyorongkan kakiku ke kolong. Perlahan terdengar suara-suara anak umur empat tahun kegelian akibat kakiku. “Ariq mana ya, kok gak kelihatan”, kataku sambil kaki terus menggelitiki sesosok makhluk kecil yang sedang meringkuk bersembunyi tepat di bawah kursi tempat dudukku.

“Aduh,… hey, abi, ini Ariq, dibawah” “Mana ya Ariq” kataku tak peduli, sementara istriku seperti biasa tersenyum-senyum.”Hey, ini Ariq dibawah tempat duduk Abi, Aduh geli !”, terdengar suara anak TK A itu nyaring dari bawah. “Mana Ariq ? Gak kelihatan”, sekarang aku jongkok dan menggelitiki tubuh mungil di kolong kursi tamu tsb, “Aduh ha ha ha, geli Abi.”. Tubuh mungil itupun keluar dari kolong sambil kegelian, sekarang tinggal satu lagi, seperti biasa ada di pojok rak buku. Aku menurunkan tas dan menaruhnya diatas kepala manusia kecil yg sedang meringkuk dibalik rak buku, “Aduh” terdengar suaranya sambil tertawa. “Azzam mana mi ?” tanyaku sambil tanganku menggelitiki tubuhnya yg kecil. “He he hi hi hu hu” teriaknya sambil tertawa kegelian.

Itulah ritual rutin, yang terjadi setiap aku pulang ke rumah, anak-anak selalu ngumpet, dan aku selalu pura-pura tidak tahu mereka ada dimana, walaupun hampir setiap hari itu terjadi. Jika sedang dikamar, maka mereka akan ngumpet dibalik selimut, dan aku akan pura-pura tdk tahu, dan menindih selimut yang menggumpal-gumpal tersebut. Sampai mereka teriak-teriak lalu keluar, kadang-kadang juga mereka berteriak kesal, “Huh, gila ni Abi”. Meskipun selalu terjadi kadang aku juga terkecoh, misalnya aku pikir mereka ngumpet ternyata mereka memang tidak ada, lagi main keluar atau kerumah neneknya. Kalo seperti itu, istri yang senyum-senyum saja. Atau ternyata mereka berhasil menemukan tempat baru untuk ngumpet yang saya tidak duga.

Anak kedua saya, namanya Ariq (Muhammad Ariq Al Fatih), bahkan selalu ngambek dan nangis jika aku tahu-tahu sudah ada di kamar. Terpaksa aku harus keluar lagi dari rumah dan menunggu sampai ia selesai ngumpet baru aku masuk dan kejadiannya seperti biasa.

Dari hal2 kecil spt itu, aku sangat mendapatkan hiburan dari anak-anakku. Mereka seolah menyampaikan pesan kepada orang-tuanya bahwa mereka selalu ada untuk kami. Merekalah alasan kami pulang ke rumah. Mereka selalu ingin membuat kejutan pada kami orang tuanya. Ya, yang mereka lakukan memang belum banyak, hanya kejutan ngumpetlah yang mereka bisa. Tapi menurut saya anak-anak saya mencerminkan semangat keceriaan yang luar biasa. Selesai ritual ngumpet, akan berlanjut dengan canda-ria di kamar, anak-anak biasa berantem-beranteman dengan abinya. Atau menunggangi abinya. Hingga abinya kelelahan dan tertidur. Atau mereka yang kelelahan lalu tertidur.

Dari hal ini juga, Aku dan istri berharap anak-anak terbiasa akrab dengan orang-tuanya, tidak memandang mereka hanya sebagai orang-tua tapi juga teman. Tapi mereka sebenarnya bercermin dari keakraban kami sebagai suami-istri. Sebagai suami istri, kami seringkali berdiskusi, temanya macam-macam, kadang diskusi berakhir panas, kadang berakhir ledek-ledekan, kadang juga berakhir karena salah satunya ada yang tertidur, atau kadang berakhir dengan suatu kesimpulan atau kesepakatan.
Anak-anak melihat kami, para orang-tua, kami akrab, kami bercanda, dan kami mesra tentu saja (karena kami masih muda-muda), meskipun kadang kami juga bertengkar, dan kadang juga bertengkar hebat. Tapi bagaimana akhirnya itulah yang terpenting. Untuk itulah sebenarnya fungsi para orang tua, merekalah teladan anak-anaknya.

1 komentar:

rara.kaory mengatakan...

woooiiiii......bikin ngiri aja neh...., hiks...hiks...hiksss.....
semoga keceriaan anak-anak jadi penambah semangat untuk terus berjuang, bekerja dan menghasilkan akarya terbaik yaaa.....

Edited by : Abasir abasyir.blogspot.com