Minggu, Desember 30, 2007

Ayah




Saya tidak pernah terlalu mengenal ibu kandung sendiri. Ia wafat ketika saya masih terlalu kecil untuk mengenalnya. Pengganti ibu adalah seorang ayah. Saya memanggilnya BUYAH. Memang setelah meninggalnya Ibu saya, Buyah menikah lagi dengan seorang wanita (Ibu saya sekarang), tetapi bagi saya Buyah tetap ibu sekaligus ayah bagi saya.

Saya ingat ketika saya kecil, abang2 saya suka memanggil saya sebagai anak kesayangan Buyah. Mungkin karena saya anak bontot dari istri pertamanya (alm). Beliaulah yang selalu membela jika saya berselisih dgn Ibu baru saya waktu itu atau dengan abang2 saya, tentu saja jika saya dalam posisi yang benar. Jika saya salah, maka ia tdk segan2 utk menghukum saya, dengan berat sekalipun. Tapi saya lebih merasa senang ayah saya dirumah jika saya sedang berselisih dgn abang2 saya. Kalau ayah saya tidak di rumah, wah......

Buyah menyayangi saya dgn caranya. Ia kadang keras, tetapi sangat penyayang. Kalau saya sedang sakit sayangnya bukan main. Sampai sekarang seingat saya, waktu saya kecil diam2 saya sangat senang kalau saya sakit. Ketika sakit, saya sebenarnya tidak merasakan apa2 (karena masih terlalu kecil utk sekedar mengerti apa itu sakit), tetapi perhatian ayah saya sangat besar. Apapun permintaan saya, pasti dituruti. Tiba2 seluruh keluarga menjadi repot kalau saya sakit.

Buyah tidak pernah marah kepada saya, kecuali saya mempunyai salah yg berat. Misalnya ketika kecil saya mengambil uang ayah saya. Wah marahnya SANGAT BESAR. Ketika itu saya mendapat hukuman fisik yang lumayan berat, di pukul dengan penggebuk kasur dan di rendam di kolam kamar mandi yang dingin.

Buyah, yang saya ingat sangat Tegar, berhenti berdagang di kiosnya di Tenabang, dia membuka konveksi, kemudian ganti membuka bengkel Las, lalu konveksi lagi. Setelah ayahnya (kakek) meninggal, ia beralih menjadi jual beli mobil bekas, sambil mendirikan yayasan sekolah dasar islam untuk mengenang ayahnya. Sekolah tersebut masih ada hingga sekarang dan diberinama sesuai dgn nama kakek saya Shiddiq. Terakhir tahun 2006 beliau masih menjahit sendiri baju seragam anak2 SDIT dan TPA tsb.

Buyah mendapat peninggalan harta warisan yang lumayan banyak dari kakek. Dgn peninggalan tsb ia membangun sekolah. Tetapi di akhir hayatnya, beliau hidup sangat bersahaja. Pada lima tahun terakhir kehidupannya yaitu 2001-2006, ia selalu pergi kemana saja naik kendaraan umum. Dan ia harus bolak-balik Ciputat Kebayoran hampir tiap hari dengan setiap perjalanan tsb 3 kali ganti angkot. Badannya juga semakin kurus. Dan mulai batuk2 serta sakit pernafasan.

Ini yang membuat saya sedih. Sebenarnya jika ia mau ia masih bisa hidup dgn lebih baik. Ia masih bisa memiliki motor atau mobil. Karena ia masih memiliki tanah yang cukup luas di Ciputat. Tetapi spt juga kakek saya, (kakek selalu telanjang kaki memikul hasil2 kebun ke pasar kebayoran lama, semantara tanah/kebunnya sangat luas), Buyah sptnya ingin menyisakan tanah tersebut kepada anak2nya, dan memilih hidup bersahaja.

Yang membuat saya sedih jika mengingat Buyah adalah, saya adalah anak bontot terlama yang diurusnya. Saya anak kesayangannya. Saya diurus oleh Buyah dari lahir sampai saya mempunyai dua anak. Memang sejak saya bekerja tahun 1997 saya hampir tidak pernah meminta apapun, tetapi rasa2nya banyak sekali perbuatan saya yang menjadi Beban pikiran baginya.

Ketika saya ingin menikah, tahun 1999, Buyah sedang tidak memiliki uang, ia meminta saya menunda keinginan menikah. Tetapi saya bersikeras, karena saya justru tdk ingin merepotkannya. Saya punya uang hasil kerja yang cukup untuk menikah. Dan jika menikah sekarang ayah tidak perlu mengeluarkan biaya, semua dari saya. Akhirnya saya menikah tahun tsb, yang saya dengar Buyah sangat bangga kepada saya. Saya tidak merepotkannya. Tetapi sebenarnya dari lubuk hati yang dalam, saya sptnya merasa hal ini menjadi beban pikirannya yg sangat terhadap saya. Maafkan saya Buyah, jika saya membuatmu merasa sedih.

Kesedihan yang kedua adalah ketika Buyah sakit, saya tidak punya cukup waktu untuk menungguinya. Padahal saat2 saya sempat menjenguknya ia sptnya sangat ingin didengar tentang penyakitnya, tentang penderitaanya, tentang semangatnya untuk bisa tetap hidup. Saya bahkan tidak sempat hadir di hari terakhirnya didunia ini. Hampir tidak anak2nya di sampingnya. Buyah hanya ditemani istrinya. Ini cukup membuat sedih. Buyah punya 6 anak laki2 dan 4 anak perempuan, tetapi ketika itu tidak ada satupun di sampingnya ketika ia sakratul maut.

Kesedihan yang lain adalah, jika saya menyadari diri saya saat ini. Saya mungkin bukanlah seorang anak sholeh. Menurut saya, saat ini saya belumlah sesholeh yang diharuskan. Sesholeh yang dibutuhkan seorang anak agar dapat mendoakan ayahnya. Seandainya saya orang sholeh, maka saya dapat mendoakannya dgn mudah. Kan doa yang diterima adalah doa anak yang sholeh.

Ya Allah, jadikan kami sebagai anak yang sholeh, yg selalu mendoakan kedua orangtuanya. Ya Allah, ampunilah dosa2 kedua orangtua kami. Sayangilah mereka, sebagaimana mereka menyayangi kami diwaktu kecil. Janganlah Engkau siksa mereka. Jangan pula Engkau siksa mereka karena kesalahan kami. Maafkan lah mereka. Ya Allah, kami ingin menjadi orang yang sholeh, yang dapat membuat orangtua kami bahagia.

Tidak ada komentar:

Edited by : Abasir abasyir.blogspot.com