Senin, Januari 14, 2008

Komunikasi Dalam Keluarga

Dalam sebuah tayangan televisi saya menyaksikan sebuah keluarga dengan lima anak (2 anak hasil adopsi) di US sana. Keluarga ini sangat bermasalah, Semua anak dalam keluarga tsb tidak dapat mengelola emosinya. Mereka selalu merengek setiap kali menginginkan sesuatu. Dan mereka selalu terlibat dalam masalah satu sama lain. Perkelahian selalu terjadi diantara mereka. 

Meyaksikan keluarga tersebut di tv bagi sebagian orang saya rasa sangat menjengkelkan, bayangkan keluarga dengan lima orang anak, yang berumur 3, 5, 7 dan 11 tahu. Semuanya berkelahi, merengek dan menangis satu sama lain. Dan terkadang perkelahian antara mereka sampai pada 
kondisi yang membahayakan jiwa mereka sendiri. Misalnya salah satu anak yang berumur 11 tahun bertengkar dengan anak berumur 7 tahun. Kakaknya itu membenamkan kepala adiknya 
dengan bantal hingga lama sekali, bahkan sampai adik tersebut pipis di celana. Dan sang kakak 
tampak baru puas dan melepaskan bantalnya ketika adiknya benar-benar payah dan sesak nafas. Pada situasi tertentu anak-anak yang kecil mengamuk dan memukuli saudaranya dengan gagang sapu atau pel. Kedua orang tuanya pun hampir dalam kondisi yang sama saling menyalahkan dan merasa benar satu sama lain. Sang ayah merasa bahwa istrinya tidak becus mengurus anak-anak. Dan sang Ibu merasa suaminya hanya sok merasa pintar dan cuma bisa menyalahkan.

Situasi ini nampaknya bisa berkembang menjadi lebih menyeramkan lagi. Maka datanglah 
seorang psikolog terkenal mengamati keluarga tersebut untuk mencari solusi atas permasalahan mereka. Si psikolog yang berpengalaman tersebut cukup merasa berat dengan keluarga yang ditanganinya ini. Ia merasa inilah tantangan terberat dalam karirnya sebagai seorang psikolog di program tv Nanny 911 tsb. Tetapi akhirnya ia menyadari bahwa masalah di keluarga tersebut adalah masalah komunikasi.

Komunikasi pada keluarga ini menjadi kunci permasalahan dan akhirnya menjadi kunci pula bagi solusi masalah-masalah mereka. Kenakalan pada anak-anak mereka disebabkan oleh karena mereka tidak biasa terbuka terhadap emosi mereka. Mereka biasa menutup diri mereka dan melampiaskan emosi tersebut pada kenakalan mereka. Anak-anak yang lebih kecil pun sama saja, tetapi karena mereka lebih kecil mereka lebih sering menjadi obyek kenakalan yang lebih besar, dan mereka lebih sering menangis dan merengek setiap kali mereka menginginkan sesuatu atau tidak suka sesuatu. Terkadang Anak-anak yang lebih kecil melampiaskan emosinya kepada kedua orang tuanya.

Saya sangat tertarik dengan solusi bagi keluarga tersebut. Betulkah seperti itu solusinya, hanya masalah komunikasi ? Bagaimana mungkin permasalahan yang begitu kompleks dapat segera selesai dengan adanya komunikasi diantara mereka ? Apakah mungkin, sang bapak yang mempunyai persepsi bahwa istrinya tidak becus mengurus keluarga, dan sanga ibu yang berpersepsi bahwa suaminya hanya orang yang egois mau menang sendiri dan selalu menyalahkan, semua persepsi tersebut dapat hilang dengan adanya komunikasi ?

Tidak ada komentar:

Edited by : Abasir abasyir.blogspot.com